Sabtu, 07 Maret 2009

PENANGANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK YANG MENDERITA CACAT MENTAL

PENANGANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK YANG MENDERITA CACAT MENTAL

BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang

Perawatan gigi pada penderita cacat telah lama diabaikan, sedikit sekali dokter gigi terekspos terhadap tantangan merawat penderita cacat ini. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh pendidikan khusus dalam perawatan gigi pada penderita cacat. Karena dasar rasa takut dari ketidakmampuan untuk menghadapi situasi, mendorong banyak dokter gigi untuk menolak perawatan gigi pada penderita cacat ini.1
Jumlah penderita cacat di Indonesia oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada. Beberapa keadaan yang menimbulkan kecacatan anatara lain2
1. Kebutaan total dan kebutaan sebagian
2. Ketulian total dan ketulian sebagian
3. Kelainan jantung akibat demam reumatik atau cacat bawaan
4. Tuberkolose
5. Retardasi mental dan gangguan sosio-emosional
6. Ketidakmampuan ortopedik yang terutama disebabkan oleh dasar-dasar neuromuscular.
Dari sudut pandang kedokteran gigi, bahwa penderita cacat mempunyai banyak hambatan karena kurangnya kemampuan, termasuk perawatan oleh dokter gigi. Kebutuhan perawatan gigi dari penderita cacat ini tidak banyak berbeda dari perawatan penderita normal lainnya, tetapi tata pelaksanaan perawatan biasanya lebih sulit. Penerimaan perawatan gigi dapat dipengaruhi oleh satu atau lebih permasalahan medis, mental, fisik, dan emosi.1
Kebutuhan dasar perawatan gigi pada penderita cacat dapat dicapai jika objek dan sumber permasalahan yang terdapat di masyarakat dapat diketahui, dan dapat ditangani melalui hasil-hasil suatu studi sistematis dari permasalahan yang menyangkutnya. Kesulitan pelaksanaan perawatan gigi pada penderita cacat dapat diatasi jika dokter gigi memperoleh pengetahuan yang baik dari kondisi manifestasi fisik dan psikologis pasien. Tindakan perawatan gigi dan mulut dari penderita cacat ini dapat ditempuh dengan cara yang sama pada penderita (anak) normal. Sebagian besar penderita cacat ini mempunyai kesehatan mulut yang buruk dari penderita normal.1
Banyak kemajuan dalam bidang kesehatan telah dicapai pada dua dekade ini, banyak anak yang semestinya meninggal pada usia muda, sekarang dapat tumbuh sampai dewasa. Kelompok penderita cacat makin meningkat, karena kemajuan ilmu kedokteran yang dapat memperpanjang usia hidup mereka. Dengan semakin tingginya kesadaran terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut oleh orang tua dan para medis, maka banyak penderita cacat ini telah mulai berobat ke praktek dokter gigi, dan memerlukan bukan saja perawatan darurat, tetapi pemeliharaan berkala yang baik dan teratur.1

I.2 Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah
Untuk mengetahui beberapa jenis kecacatan yang tersebar di masyarakat khususnya anak-anak baik kecacatan fisik, gangguan mental maupun gangguan psiko social.
Untuk Mengetahui beberapa gambaran kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita cacat
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah penanganan kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita cacat.

BAB II
PEMBAHASAN

Kelainan pada anak terjadi akibat perkembangan abnormal yang dialami oleh anak tersebut dalam fase tumbuh kembangnya, fase ini tidak hanya terbatas pada keadaan postnatal dari anak tersebut, tetapi kondisi prenatal juga berpengaruh penting terhadap perkembangan abnormal yang dialami oleh anak.
Perkembangan dilukiskan sebagai suatu proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi ketidakdinamisan perkembangan maka akan terjadi gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa fisik, cacat mental, cacat motorik, cacat social dan lain sebagainya. Tidak jarang kecacatan itu dianggap sebagai kesalahan orang tua, misalnya: anak yang lahir dengan tangan yang tidak normal dihubungkan dengan dosa orangtua yang pernah mencelakakan orang lain dan memotong tangannya pada saat istrinya sedang hamil.3
Gangguan perkembangan antara lain meliputi gangguan fisik dan psikomotorik, gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada prilaku psikososial dan moral yang dicakup dalam pengertian devisiensi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut:

A. Gangguan Fungsi Fisik dan Motorik
Menurut Sukarman, cacat fisik adalah cacat yang ada hubungannya dengan tulang sendi dan pergerakan otot. Cacat fisik adalah jenis cacat dimana salah satu atau lebih anggota tubuh bagian tulang atau persendian mengalami kelainan, sehingga timbul rintangan dalam melakukan fungsi gerak. Cacat fisik seperti ini disebut ortopedi. Sedangkan menurut kedokteran, disebutkan bahwa cacat tubuh adalah kelainan pada anggota gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian baik dalam struktur maupun fungsinya sehingga dapat menjadi rintangan pada penderita untuk melakukan kegiatan secara layak.
Sementara itu analitasi (1995) menyatakan bahwa gangguan fungsi fisik dan psikomotor pada umumnya disebabkan pada kerusakan-kerusakan otak atau organ perifer yaitu kerusakan pada susunan syaraf pusat atau pada anggota badan, urat daging atau panca indra. Dalam ruang lingkup ini sering digunakan terminology cacat (handicap) dan meliputi hal-hal sebagai berikut:
Impairement
Adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis atau fisik baik struktur atau fungsinya. Termasuk dalam kelompok ini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar maupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita. Beberapa sebab kecacatan antara lain cacat fisik sejak lahir yang disebabkan oleh pemakaian obat-obatan tertentu pada ibu hamil; cacat karena trauma pada proses persalinan (misalnya paralisa plexus brakhialis, cacat karena kecelakaan, dsb)2,3
Disability
Adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktifitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
Handicaped
Adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairement dan disabiility. Kerugian ini dapat timbul dari dirinva sendiri (intrinsik handicapped ) dan dapat puia timbul dari lingkungan ( Extrinsik handicapped).3




B. Gangguan Mental/ Cacat Mental
1. Sindroma Down
Sindrom Down merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan. Kelainan kromosom ini dipengaruhi oleh umur ibu, kelainan kehamilan , kelainan endokrin pada ibu.4
Gambaran umum rongga mulut anak sindroma down
Oral hygiene
Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk celah dan fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan fissure pada lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya halitosis.5
Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut mulut ( angular cheilitis ).5
Keadaan jaringan lunak
Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada sindroma down. Hal ini mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot tengkorak yang lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi tekanan yang tidak seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan terjadinya open bite pada penderita sindroma down. Selain itu, berkurangnya muscule tone menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi. Kemungkinan makanan tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh pengunyahan yang tidak sempurna.5
Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan oleh jalan nasal yang kecil. Lidah dapt protrusi dan membesar atau makroglosia atau berfissura pada permukaan dorsal 2/3 anterior dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi. Pada penderita sindroma down, hal ini dapat terjadi dengan kombinasi geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah. Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan bilamana lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah.5,6
Pada pemeriksaan palatum penderita sindroma down terlihat sempit dengan cekungan yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.5
Keadaan jaringan keras
Erupsi gigi pada anak sindroma down biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi anak sindroma down dan beberapa anak, gigi primernya tidak erupsi hingga berumur 2 tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia yang dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin. Pemeriksaan gigi secara rutin pada saat anak sindroma down berumur satu tahun dapat membantu dalam mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi.7
Bruksism terjadi pada anak sindroma down dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi, disfungsi TMJ dan tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi juga dapat ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita sindroma down yang telah erupsi semua gigi permanennya.5,8

Masalah kesehatan rongga mulut pada sindroma down
Orang-orang dengan sindrom down tidak memiliki masalah rongga mulut yang unik. Akan tetapi, beberapa masalah cenderung sering terjadi dan bisa menjadi parah. Perwatan professional secara dini dan perawatan harian di rumah dapat mengurangi keparahannya dan membuat penderita sindroma down memiliki perbaikan kesehatan rongga mulut.9
1. Penyakit periodontal
Merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada penderita sindrom down, dimana anak cepat mengalami penyakit periodontal. Sebagai akibatnya, kehilangan banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor lain yang mendukung termasuk oral hygiene buruk, maloklusi, bruksism, bentuk akar yang konus, dan respon host yang abnormal, karena sistem imun yang menurun.9
2. Karies gigi
Anak-anak dan dewasa muda penderita sindrom down memiliki insidensi lebih tinggi terkena karies dibandingkan dengan orang tanpa cacat mental. Beberapa gambaran rongga mulut anak dengan sindroma down menunjukkan bahwa erupsi gigi sulung dan permanen yang terlambat, kehilangan gigi permanen dan ukuran gigi yang kecil dengan space atau jarak satu sama lain yang memberikan kemudahan untuk menghilangkan plak.9
3. Maloklusi
pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.9
4. Anomali gigi
Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada sindrom down misalnya kongenitalis missing teeth lebih sering terjadi pada penderita sindrom down daripada populasi umum. Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar kedua rahang bawah.9

Penanganan gigi dan mulut pada penderita sindroma down
Pada penderita sindroma down dapat ditemukan adanya perubahan mental dan fisik yang akan berpengaruh pada rongga mulut sebelum menentukan perawatan, medical history pasien harus diketahui. Konsultasi antara dokter, keluarga dan perawat sangat penting unutk mendapatkan medical history yang akurat. Selain itu, harus ditentukan siapa yang akan dimintai informed consent untuk pelaksanaan perawatan pasien sindroma down.10
Secara umum penanganan gigi dan mulut untuk sindroma down yang dapat dilakukan dokter gigi:
1. Speech Pathologist dapat menolong untuk mengajari posisi lidah dan meningkatkan penyesuaian terhadap otot-otot orofacial. Pada kasus-kasus berat, pembedahan lidah dapat diindikasikan.5
2. Alat orthodonsi diperlukan unutk mengawasi pencabutan gigi pada saat penanganan crowding.5
3. Ahli anastesi diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan perawatan yang lebih luas, dengan obat-obatan anastesi, baik sedasi ringan maupun anastesi umum.5,11
4. Ahli gizi menginstruksikan kepada orang tua atau penjaga anak tentang makanan siplemen, sehubungan dengan keterbatasan otot-otot pengunyahan anak sindroma down. 5,11
Secara khusus penanganan gigi dan mulut anak sindroma down yang dapat dilakukan dokter gigi:

Tindakan preventif
a. Pemberian fluor
Pemberian fluor secara sistemik pada anak sindroma down dapat berbentuk cairan, tablet maupun obat kumur. Pemberian fluor dengan topikal diberikan setelah pembersuhan gigi yang rutin.11
b. Kontrol Plak
Dalam hal ini perlu diperhatikan diet anak sindroma down termasuk disini adalah kualitas makanan dan macam makanannya. Meskipun umumnya anak sindroma down cepat menelan makanannya dengan hanya sedikit mengunyahnya, tetapi sisa makanan sering kali masih terkumpul disekitar giginya, terlebih dengan keadaan hipotonia ototnya, maka sulit dicapai self cleansing yang baik. Untuk itu obat kumur dapat digunakan unutk membantu membersihkan sisa makanan tersebut, disamping obat kumur berperan sebagai antiseptik.5
c. Scalling dan root planing
Keberadaan calculus supra dan subgingiva, inflamasi gingiva dan poket periodontal (lebih besar atau sama dengan 5 mm) dan kehilangan tulang alveolar ditemukan pada anak-anak (10 – 19 tahun) dengan sindroma down pada grup kontrol berdasarkan usia dan jenis kelamin. Anak-anak sindroma down menderita oleh karena inidensi yang tinggi dari penyakit Rapid Destructive Periodontitis yang dapat disebabkan oleh faktor lokal, seperti morfologi gigi, bruksism, maloklusi dan oral hygiene yang rendah. Faktor-faktor sistemik tertentu diyakini memberikan konstribusi yang penting terhadap penyakit periodontal, seperti sistem sirkulasi yang buruk, penurunan respon humoral, kemunduran fisik secara umum pada usia dini, dan pengaruh genetik.5,11
Oral hygiene yang bagus dan semi annual prophylaxis appoitment mungkin tidak mencukupi untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal pada pasien ini. Perawatan yang cepat dan agresif diperlukan. Pasien ini perlu dikontrol sedikitnya 3 bulan sekali untuk scaling dan root planing dan juga menguntungkan bila diberikan obat kumur Chlorhexidine dan terapi antibiotik sistemik.5
d. Penutupan pit dan fissure sealant
Penutupan pit dan fissure sealant secara efektif dapat mengurangi karies oklusal. Sealant cocok digunakan dalam populasi anak sindrom down dan sebaiknya digunakan apabila dibutuhkan. Pasien yang membutuhkan prosedur gigi dibawah anastesi umum sebaiknya memiliki pit dan fissure oklusal yang dalam yang direstorasi dengan amalgam atau komposit pemakaian jangka panjang untuk mencegah kerusakan gigi lebih lanjut.11
Tindakan kuratif
a. Pemberian tumpatan
b. Pencabutan gigi
Tindakan rehabilitatif
a. Perawatan orthdonsi
b. Pembuatan gigi tiruan
Pemberian tumpatan, pencabutan gigi, perawatan orthodonsi dan pembuatan gigi tiruan dapat dilakukan sama seperti halnya anak normal. Namun hal yang perlu diingat adalah penderita sindrom down mempunyai masalah retardasi mental dan hipotonia otot yang perlu penanganan khusus dalam perawatan. Masalah tersebut menyangkut komunikasi, kooperatif anak, mulut yang selalu terbuka, lidah yang menjulur atau saliva yang berlebihan. Untuk anak yang masih kecil sering kali dilakukan perawatan dengan knee to knee, yaitu dokter gigi dan orang tua duduk berhadapan dengan lutut saling beradu dan anak ditidurkan diatas pangkuan sehingga perawatan dapat dilakukan dengan lebih stabil.11
Perawatan ortodontik pada anak-anak sindroma down perlu dipertimbangkan secara hati-hati karena beberapa mungkin menguntungkan sementara yang lainnya tidak. Kemampuan dari pasien atau perawat untuk menjaga kebersihan oral hygiene sangat berpengaruh terhadap kesuksesan perawatan.9

2. Retardasi mental
Retardasi mental dan gejalanya timbul pada masa perkembangan anak usia dibawah 18 tahun dan apabila munculnya setelah umur 1 tahun, maka bukan merupakan retardasi mental tetapi merupakan penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya, biasanya anak seperti ini tidak bisa mengikutipendidikan sekolah biasa karena cara berfikirnya secara sederhana daya tangkap dan daya ingatannya rendah, demikian pula dengan cara berhitung dan bahasanya terlalu lemah, sehingga menyebabkan dia ketinggalan dari teman-temannya. Gangguan adaptif yang menonjol pada anak ini adalah kesulitan diri untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya, tingkah lakunya kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan umurnya. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifactor yaitu factor non organic meliputi factor kemiskinan, keluarga yang tidak harmonis, factor sosio cultural, selain itu terdapat juga factor organic yang berperan, yaitu:
· Faktor prakonsepsi ( abnormalitas gen, penyakit metabolic, dan kelainan kromosom seks)
· Faktor prenatal yaitu gangguan pertumbuhan otak pada trimester 1 akibat zat-zat tetatogen, idiopatik dan disfungsi plasenta, gangguan otak trimester II dan gangguan otak trimester III,
· Faktor prenatal premature asfiksi, meningitis dan hiperbilirubin.
· Faktor post natal yang berupa trauma berat pada kepala, neurotoksin, kecelakaan otak, infeksi otak dan metabolik.
Dalam keadaan seperti ini, anak yang lemah ingatan harus sebanyak mungkin diasuh dalam lingkungan yang normal dengan sejauh mungkin memperhatikan keadaan anak tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa tidak hanya anak lemah mental, yang harus menyesuaikan diri terhadap masyarakat yang juga harus menyesuaikan diri terhadap mereka.3
Kesehatan mulut pasien retardasi mental
Pada umumnya pasien dengan retardasi mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral hygiene yang lebih rendah dibanding dengan orang-orang yang tanpa cacat perkembangan. Data menunjukkan bahwa pasien dengan retardasi mental memiliki karies yang lebih banyak dan prevalensi gingivitis yang lebih tinggi serat penyakit-penyakit periodontal lainnya dibanding dengan masyarakat umum.12
Penyakit Periodontal
Early, Severe periodontal (gum disease) dapat terjadi pada anak-anak dengan gangguan sistem imun atau gangguan jaringan penghubung dan oral hygiene yang adekuat. Gingivitis ringan diakibatkan oleh suatu akumulasi bakteri plak dan terjadinya peradangan, pembengkakan gusi yang mudah berdarah. Periodontitis yang lebih berat dan menyebabkan kehilangan gigi jika tidak dirawat. Pembersihan secara profesional oleh penyedia layanan kesehatan mulut, antibiotik sistemik dan instruksi di rumah diperlukan untuk menghentikan infeksi. 12,13
Penanganan:
Jelaskan kepada orangtua tentang perlunya membantu untuk menyikat gigi dan menggunakan dental floss serta dibutuhkan untuk sering membuat janji bertemu dengan penyedia layanan kesehatan mulut.13
Karies Gigi
Pasien dengan retardasi mental memiliki penigkatan karies yang sama dengan orang-orang tanpa keterbelakangan mental. Meskipun demikian prevalensi karies gigi yang tidak dirawat lebih tinggi pada pasien dengan retardasi mental terutama bagi mereka yang tinggal di lingkungan yang tidak mendukung,12
Karies gigi atau kerusakan gigi dapat berhubungan dengan frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks, kurang dari jumlah saliva normal, pengobatan yang mengandung gula atau diet khusus yang memerlukan pemberian susu botol yang diperpanjang atau makanan ringan. Ketika oral hygiene rendah, terjadi peningkatan resiko karies gigi.13
Penanganan
· Beritahukan kepada orangtua bahwa pemeliharaan oral hygiene yang dilakukan setiap hari meliputi frekuensi berkumur dengan air dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride atau obat kumur,
· Menjelaskan perlunya mengawasi anak-anak untuk mengindari menelan fluoride.
· Berikan pengobatan tanpa gula bila memungkinkan 13
Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada pasien dengan retardasi mental serupa dengan yang ditemukan pada masyarakat umum. Hampir 25 % dari 80% kelainan anomali craniofacial dapat mempengaruhi perkembangan oral yang dihubungkan dengan retardasi mental. Gigi yang berjejal atau keluar dari lengkung rahang lebih sulit untuk menjaga kebersihannya, menyebabkan penyakit periodontal dan karies gigi. Kemampuan pasien atau orangtua untuk menjaga oral hygiene setiap hari dengan baik mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan dan perawatan. Gangguan perkembangan yang dialami seharusnya tidak dirasa sebagai suatu penghalang untuk perawatan ortodonsi.12,13
Tidak adanya benih gigi permanen, delayed erupsi, dan hipoplasia email
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan retardasi mental erupsi gigi dapat tertunda, dipercepat atau tidak menentu pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Gusi dapat berwarna merah atau ungu kebiru-biruan sebelum gigi erupsi. erupsi gigi bergantung pada genetik, pertumbuhan rahang, aksi otot dan faktor-faktor lain.12,13
Bruksism
Kebiasaan menggerinding gigi, merupakan suatu kebiasaan yang umum pada pasien dengan retardasi mental berat. Pada kasus-kasus yang ekstrim, bruksism menyebabkan gigi abrasi dan permukaan oklusal menjadi datar.13
Penanganan :
Untuk menangani bruksism dapat digunakan bite guard.13
Trauma dan injuri
Trauma dan injuri pada mulut akibat jatuh atau kecelakaan pada pasien yang retardasi mental.12
Penanganan :
· Disarankan menyiapkan kotak penyimpanan gigi di rumah
· Jika gigi avulsi atau patah segera antar pasien atau bawa giginya ke dokter gigi.
· Instruksikan juga kepada orang tua untuk mengumpulkan setiap potongan gigi yang patah.
· Tekankan kepada orang tua bahwa trauma memerlukan perhatian segera dan jelaskan prosedur yang dilakukan jika gigi permanen patah.
· Beritahukan kepada orang tua cara mencegah trauma dan apa cara yang dilakukan jika terjadi trauma.12,13
Anomali gigi
Anomali gigi merupakan vareiasi dalam ukuran dan bentuk dari gigi. Pasien dengan retardasi mental dapat mengalami kehilangan benih gigi, gigi berlebih atau malformasi gigi.13
Diskolorisasi gigi
Cacat perkembangan dapat mengakibatkan diskolorisasi pada gigi. Demam yang sangat tinggi agtau pengobatan tertentu dapat mengganggu pembentukan gigi dan dapat mengakibatkan kecacatan. Banyak gigi dengan suatu cacat cenderung mengakibatkan karies gigi dan sulit untuk menjaga kebersihan. 13
Infeksi virus
Infeksi virus biasanya disebabkan oleh virus herpes simplek. Anak-anak jarang mengalami ginggivostomatitis atau herpes herpetik labialis sebelum usia 6 bulan. Herpetik ginggivostomatitis paling umum pada anak-anak tetapi dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda. Infeksi virus biasanya terasa sakit dan disertai demam.13

3. Cerebral palsy
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel saraf motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.14
Perawatan gigi di rumah untuk anak cerebral palsy:15
· Pilih posisi yang nyaman sehingga dapat melihat ke dalam mulut anak.
· Bagaimanapun posisi orang tua saat menyikat gigi anaknya, ingatlah selalu untuk menyangga kepala anak.
· Beri pujian sewaktu menyikat gigi anak.
· Orang tua sebaiknya menolong menggosok gigi anak setiap hari, tiap selesai makan, menyikat lidah, karena hal ini dapat mencegah terjadinya halitosis.
· Orang tua dapat menolong agar gigi anaknya lebih resisten terhadap decay dengan menggunakan pastagigi anak-anak yang diakui oleh ADA. Tempatkan pastagigi seukuran kacang polong di atas sikat gigi.
Gambaran umum yang berhubungan dengan celebral palsy antara lain: 16
Retardasi mental
Gangguan sensori,
Gangguan belajar dan emosi
Gangguan berbicara dan komunikasi
Berkurangnya refleks mengunyah
Kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan cerebral palsy antara lain :16
Meningkatnya periodontitis dan hiperplasia ginggiva.
Frekuensi penyakit periodontal terjadi lebih besar pada penderita cerebral palsy. Secara fisik penderita tidak dapat menggosok dan membersihkan giginya secara adekuat. Penderita cerebral palsy umumnya mempunyai derajat pembesaran ginggiva hal ini disebabkan karena komsumsi phenytoin untuk mengontrol serangan tiba-tiba.11
Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada penderita cerebral palsy kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan populasi umum. Kondisi umum yang banyak diamati seperti protrusi gigi anterior rahang atas, excessive overbite dan overjet, open bite dan unilateral open bite. Penyebab utamanya mungkin disebabkan hubungan disharmonis antara otot intraoral dan perioral. Tidak terkoordinasi dan tidak terkontrolnya pepindahan rahang,bibir,dan lidah juga diamati pada penderita cerebral palsy.11
Menjulurkan lidah dan bernafas lewat mulut
Meningkatnya karies
Enamel hipoplasia
Trauma gigi, fraktur gigi
Penderita cerebral palsy lebih mudah terserang trauma, terutama pada gigi anterior rahang atas. Situasi ini dihubungkan dengan seringnya jatuh, dan kurangnya reflex otot extensor untuk menghindari jatuh.11
Gangguan TMJ dan bruksism
Bruksism umumnya diamati pada pasien cerebral palsy dengan atheoid. Parahnya atrisi permukaan oklusal dari gigi susu dan hermanen, juga hilangnya vertical dimensi antar rahang.11
Oral hygiene yang buruk
Mengeluarkan saliva

C. Gangguan Psiko Sosial dan Perilaku
Cukup sukar untuk memberikan definisi yang mengenai permasalahan tingkah laku. Menurut Hallman dan Kauffman (1991) maka definisi yang mungkin dapat diberikan adalah bahwa anak mempunyai permasalahan yang menonjol. Tingkah laku yang termasuk tingkah laku bermasalah mencakup berbagai macam tingkah laku yang sangat banyak cirri-ciri tingkah laku itu dan berbeda dalam akibat yang ditimbulkan pada lingkungan ataupun pada anaknya sendiri. Misalnya anak yang pemalu tidak merugikan lingkungannya tetapi dia akan diejek teman-temannya dan cenderung defresif.3
Termasuk gangguan psikososial dan perilaku adalah3
1. Autistik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, gejalanya mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku.17
Penderita autisme menunjukkan kondisi kesehatan mulut yang tidak normal. Walaupun umumnya menggunakan medikasi dan oral habit yang merusak menyebabkan masalah, frekuensi karies yang tinggi dan penyakit periodontal pada penderita autisme berbanding dengan populasi umum.18
Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu dipertimbangkan, namun pada umumnya diduga mengalami penderitaan penyakit gigi dan mulut yang lebih berat karena kondisinya yang tidak normal. Kebersihan mulut rata-rata rendah, frekuensi karies dan gingivitis yang tinggi dibanding anak normal lainnya, sedangkan tingkah lakunya yang akan menyebabkan perawatan gigi agak sulit. Sebagian besar anak autistik menderita penyakit epilepsi, dengan mengkonsumsi obat-obatan anti kejang phenytoin, menyebabkan gingiva hiperplasia, bengkak, dan mudah berdarah.19
Penanganan anak autistik lebih bersifat multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan. Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang buruk, terus-menerus mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang hiperaktif, sering disertai strabismus, dan 30% mengalami epilepsy. Anak autistik mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih menyukai makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang tidak teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung ditelan. Kebiasaan ini ditambah mengkonsumsi makanan yang manis menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies. Tingginya indeks def/DMF pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak terawat, dan gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh ketidakmampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada orang tua untuk membersihkannya.19,20
Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain bruxism, tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir maupun gingiva, menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian perintah kepada penderita dapat memberikan toleransi pada kebiasaan buruk tersebut. Erupsi gigi mungkin dapat mengalami keterlambatan karena phenytoin menginduksi hiperplasia gingiva. Phenytoin umumnya terdapat pada penderita autisme.21








Gambar 9. Akibat dari Tongue thrusting
(Sumber : http://www.sleepreviewmag.com/.../2003-05_06.asp. Accessed January 2, 2008.)

Gambar 10. Akibat dari Bruxism
(Sumber : http://www.dentalcare.com/soap/ce44ej/44_049.htm. Accessed January 2 , 2008.)


Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu keterlambatan makan makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan makanan masih utuh seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak sempurna. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.22
Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal tersebut dapat juga akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang buruk dan serba manis. Peranan orang tua yang serba terbatas (baik dari tindakan dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah kurang baik, sehingga lebih memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting sekali peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan memelihara kebersihan mulut anak autistik.19
Pilihan Rencana Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut
Keberhasilan perawatan gigi pada anak penderita autisme memerlukan hubungan kerjasama yang erat dengan pihak orang tua dengan operator. Tidak terdapat ciri-ciri penyakit gigi dan mulut yang khas, meskipun bisa terjadi akibat trauma membentur kepala ke tembok yang keras ataupun karena epilepsi. Usahakan jangan sampai anak autisme menunggu terlalu lama dalam kunjungan berobat serta rencanakan kunjungan yang singkat. Biasakan menemui operator dan staf perawat gigi yang sama dan menyenangkan. Anak autisme dapat terganggu oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan. Sensitivitas yang tinggi terhadap suara, cahaya, bau, dan warna menghendaki perhatian yang khusus untuk mengurangi ataupun menghindarkan stimulasi sensoris. Pengetahuan tentang fobia penderita autistik misalnya pada cotton roll, bau yang menyengat dan aktivitas favorit seperti musik, bermain air mungkin membuat tindakan preventif dan kuratif lebih mudah.19,23
Pilihan Pemberian Anestesi
Kebanyakan anak autisme sulit untuk diberi anestesi lokal pada perawatan giginya karena ketidakmampuan memberi respon terhadap permintaan ataupun perintah tindakan. Kemungkinan pemberian anestesi umum atau sedasi inhalasi dapat diberikan, tetapi ada beberapa yang sedang mengkonsumsi obat misalnya anti depressan yang dapat mempersulit perawatan giginya. Jika penderita autisme mempunyai masalah kesehatan yang serius (misalnya gangguan hati, pernafasan, seizure, atau gangguan jalan nafas) biasanya tidak aman jika dilakukan anestesi pada perawatan gigi, dan diperlukan perawatan di rumah sakit.19,24
Teknik pilihan pada perawatan gigi penderita autisme adalah sedasi yang dalam, dimana penderita tertidur, tidak menyadari rasa sakit, bernafas secara spontan, dan memiliki tanda vital yang stabil. Ahli anestesi secara konstan memperhatikan. Anestesi dimulai dari sedasi penderita mealui intravena. Terdapat dua cara untuk melakukan hal ini : 24
1. jika penderita kooperatif, oral midazolam (Versed), seperti Valium sedatif diberikan. Penderita akan menjadi rileks, tertidur, dan akan dipisah dengan orang tuanya dengan sakit yang seminimal mungkin. Intra vena lalu dimulai pada ruang operasi menggunakan sedikit anestesi lokal yang diinjeksikan pada kulit.
2. jika penderita tidak kooperatif secara emosional, injeksi diberikan pada otot di daerah bahu atau paha. Digunakan kombinasi dari midazolam, ketamin, dan atropin. Kombinasi ini akan membuat pasien tertidur selama 5-10 menit. Pada saat inilah pasien dipisahkan dengan orang tua dan intravena dilakukan di ruang operasi.
Monitor dari tanda vital dilakukan terhadap pasien termasuk pulse (nadi) oximeter, electrocardiogram, tekanan darah, dan stetoskop. Sedasi tambahan ditambahkan via intravena yang dibutuhkan untuk mempertahankan sedasi yang dalam secara aman. Dibutuhkan pengganti narkotik seperti meperidine (demerol) atau sedatif jangka pendek propofol. Kadang kala anestesi lokal diinjeksikan oleh dokter gigi. Ketika prosedur dental telah selesai, penderita tetap tinggal sampai sadar kembali, biasanya hal ini memakan waktu hingga 30 menit. Efek setelah dilakukan anestesi adalah tertidur/rasa mengantuk yang berlangsung agak lama, pusing, dan pada beberapa penderita terjadi sikap yang agresif.24
Pertimbangan Pemberian Medikasi
Ada sedikit masalah pada kesehatan medis pada anak autistik yang perlu dipertimbangkan oleh dokter gigi. Biasanya anak autistik cukup sehat, tetapi tentu ada juga yang menderita kelainan kekejangan (epilepsi), dan hiperplasia gingiva akibat pengobatannya. Pertimbangan pemberian medikasi harus diperhatikan karena respon dari obat depresan otak yang dapat berlebih atau kurang tidak dapat diramalkan. Oleh karena itu dokter gigi harus mempunyai keberanian mencoba memberi berbagai tingkat dosis dan obat-obatan selama anak masih menetap di rumah, demi menghemat waktu ke rumah sakit dan biaya lainnya.19
Pertimbangan Perawatan Orthodontik dan Tindakan Bedah
Prioritas tindakan perawatan meratakan gigi pada anak autistik sangat rendah, kecuali jika dapat berkooperasi dan patuh dengan baik. Kebanyakan anak autistik sulit berbicara dan memerlukan speech-terapis maka perlu untuk dipertimbangkan supaya anak dapat mencapai penampilan yang meyakinkan. Tindakan pembedahan masih dibatasi, hanya pada kasus tertentu yang tidak memerlukan estetika dan fungsi pengunyahannya.19
Pertimbangan Tindakan Restorasi Gigi
Anak autistik tidak mempunyai manifestasi penyakit gigi langsung, dimana tindakan restorasi gigi tidak jauh berbeda dari tindakan yang dilakukan terhadap orang normal. Kondisi anak autistik tidak selalu memperlihatkan sifat pola tingkah laku yang sesungguhnya, kemampuan psikomotorik untuk melakukan fisioterapi kebersihan mulut maupun kapasitas intelektual untuk dapat mengerti kebutuhan menjaga kebersihan mulutnya dapat menjadi kacau dan berlawanan. Maka perlu dilakukan tindakan restorasi gigi. Restorasi gigi dapat memperbaiki kualitas hidup anak autistik dengan membebaskan dan mencegah gigi dari infeksi peradangan, proses mastikasi yang baik dan dapat makan dengan nyaman sehingga meningkatkan daya psikologis melalui penampilan fasial yang estetik.19
Tindakan pencegahan karies gigi
Peranan orang tua sangat penting untuk menjaga kebersihan mulut anak autistik, agar tak terlalu banyak gigi yang rusak karena karies. Karies gigi meningkat pada penderita autisme karena mereka sering mengkonsumsi makanan yang lunak, lengket, dan yang manis. Mereka juga mempunyai oral habit yang buruk, dan mereka juga sulit untuk menyikat dan membersihkan gigi mereka. Berikut ini beberapa cara tips untuk tindakan pencegahan karies gigi terhadap penderita autisme : 18
1. merekomendasikan tindakan pencegahan dengan flouride dan sealants.
Gambar 11. Pit dan fissure sealants yang telah daplikasikan pada gigi Molar Rahang Bawah
(Sumber : http://drali.enana.com/kids/index.htm. Accessed January 1, 2008.)
2. memperingatkan pasien atau orang terdekatnya tentang obat yang mereduksi saliva atau yang mengandung gula. Sarankan kepada pasien untuk lebih banyak mengkonsumsi air, menghindari obat yang mengandung gula.
3. menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan kariogenik dan minuman alternatif sebagai hadiah.
4. memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar kepada mereka untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan diikuti dengan rekomendasi yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan kepada mereka cara yang baik menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan kepada mereka dan orang terdekatnya cara lain yang lebih mudah dari menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.
Gambar 12. Seorang dokter gigi professional sedang memeriksa keadaan oral hygiene pada penderita autisme
(Sumber : http://www.dentaleconomics.com/display_article/12266... Accessed January 1, 2008.)

5. beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan mandiri. Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.
Pencegahan penyakit periodontal
Penyakit periodontal terjadi pada penderita autisme berbanding dengan masyarakat umumnya yang tidak menderita gangguan perkembangan.
1. beberapa pasien tertolong dari penggunaan agen anti mikroba harian seperti chlorhexidine.
2. hal yang terpenting dari pencegahan penyakit periodontal adalah teliti terhadap OH dan frekuensi prophylaxis.
Trauma dan injury
Trauma dan injury yang sering terjadi pada penderita autisme adalah disebabkan karena jatuh ataupun kecelakaan. Tekankan kepada orang terdekat mereka bahwa trauma menghendaki perhatian profesional secepat mungkin dan penjelasan prosedur yang perlu untuk diikuti jika gigi permanent terlepas. Kemudian menginstruksikan orang terdekat untuk menyimpan gigi yang terlepas tersebut dan menjelaskan bahwa radiografi dari pasien penting untuk menjelaskan fragmen mana yang perlu di aspirasi.19
Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda bergantung dari manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan perawatan gigi dan mulut anak autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Braff dan Nealon menyatakan bahwa perawatan gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat dilakukan dengan sedasi, Namun menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku dengan teknik tell-show-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu. Weddell dkk menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu menenangkan anak. Pendekatan secara farmakologis ditujukan untuk anak autis yang tidak kooperatif, yaitu dengan cara premedikasi, sedasi sadar N2O-O2, dan anastesi umum.25,26,27
2. Anak Sukar dididik dan Anak dengan Gangguan Belajar
Mendidik adalah memberikan bantuan kepada orang lain. Salah satu lembaga pendidikan yang fundamental adalah keluarga dan sekolah. Dalam proses belajar untuk memperoleh perilaku baru yang diharapkan, setiap anak memiliki kemampuan yang tidak sama. Sering dijumpai adanya kesulitan dalam setiap upaya meberikan pendidikan . Salah satu factor kesulitan adalah karakteristik anak yang sukar dididik. Gangguan belajar adalah penyimpangan dalam proses belajar yang berhubungan dengan deskrepansi yang signifikan antara kemampuan yang diperlukan. Gangguan seperti ini disebabkan oleh fungsi otak bagian himesfere yaitu pusat kemampuan bahasa yang terganggu.3
3. Aleansi atau Pecandu
Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan problematic identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru. Oleh karena itu, aleansi sering disebut sebagai pecandu. Pertanda awal dari kemungkinan terjadinya aleansi adalah karena terlepasnya remaja akan kasih sayang, perhatian dari keluarganya, dan lain-lain.3

Sebagian besar individu penderita cacat mempunyai kebersihan mulut yang buruk dibandingkan individu normal, yang disebabkan diet makanan yang buruk dan kurangnya pemeliharaan dirumah, sehingga giginya banyak yang rusak dan berlobang. Ada penderita cacat yang mempunyai kebersihan mulut yang buruk akibat memakan obat-obatan tertentu. Penderita yang sering kejang dan memakai Sodium Dilantin, perlu diberitahukan akibat samping pada jaringan gusinya yang bengkak dan berdarah. Hiperplasia gusi akibat dilantin yang berlebihan, dapat dikonsultasikan pergantian obat lain untuk mengatasi kejang dengan hasil yang baik.1
Perawatan gigi pada penderita cacat adalah suatu tugas yang menyenangkan jika dapat menghasilkan hasil yang baik. Peranan tenaga pembantu medis yang turut menangani akan tergerak, bermotivasi dan memahami tujuan perawatan gigi pada penderita cacat ini. Tujuan pemeriksaan perawatan dari penderita cacat harus berorientasi terhadap ketidakmmampuan cacatnya, dan dilakukan secara hati-hati. Program perawatan gigi dilaksanakan untuk mencapai kesehatan manusia seutuhnya, dan berorientasi terhadap pencegahan penyakit gigi. Penanganan perawatan gigi penderita cacat pada umumnya, dapat dicapai dengan cara tata pelaksanaan pada anak normal, tanpa banyak rintangan dan halangan khusus, dan tidak terlalu memerlukan modifikasi teknik perawatan.1
Pada dokter gigi yang merawat penderita cacat membutuhkan sedikit investasi pada perlengkapan yang dibutuhkan, seperti 1,20
Pediwrap
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien baik pada lengan ataupun kaki. Keuntungan alat ini ialah alat ini dapat digunakan pada pasien hipotonik dan spatik. Sedangkan kerugiannya ialah mempunyai banyak ikatan dan harus dijaga agar pasien tidak jatuh.

Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008):
http//:medi-kid.com/index.php?main_page=products_all
Papoose Board
Yaitu suatu alat pengendali fisik yang berupa papan penahan tubuh dengan ikatan dimana pasien dapat diatur posisi tubuhnya. Keuntungan alat ini ini adalah alat ini bersifat sederhana, mudah disimpan, ukuran bervariasi dan mempunyai stabilisier kepala. Sedangkan kerugiannya, bila alat ini digunakan terlalu lama dapat menyebabkan hypertemia.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008): www.natus.com/index.cfm?page=products_1&crid=109
Triangular sheet
Alat bantu yang dikaitkan pada tubuh dan ekstrimitas untuk mempertahankan posisi tubuh.
Keuntungan : pasien dapat duduk tegak pada kursi gigi
Kerugian : Banyak ikatan, dapat membuat pasien sesak nafas dan hypertemia.
Bean bag
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien. Keuntungan dari alat ini yaitu dapat digunakan untuk pasien hypotonic dan spastic serta digunakan berulang kali
Plastik bowl
Alat berupa pengendali kepala yang berfungsi untuk mendapatkan posisi kepala yang baik.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008): www.natus.com/index.cfm?page=products_1&crid=109
Posey strap
Alat bantu yang digunakan untuk mengendalikan ekstrimoitads yang dapat merangsang relaksasi dan mencegah refleks yang tidak terkendali. Gambar di bawah merupakan salah satu contoh Posey strap yang digunakan pada kaki.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008):
http//:www.cridge.org/posey_strap.htm

Perjanjian Kunjungan Perawatan Gigi pada Penderita Cacat
Kunjungan pertama perawatan gigi pada penderita cacat harus diperiksa dengan baik dan dinilai rasa kooperatifnya oleh dokter gigi, pemeriksaan umum didasarkan terhadap kecacatannya; khusus dalam pemberian anastesi local, apakah penderita dapat tenang duduk sendiri atau memerlukan pediwrap dan papoose bord supaya stabil dan tidak berontak liar.1
Pada kunjungan pertama ini dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap riwayat medisnya, pentingnya riwayat medis yang memperlihatkan pengalaman kesehatan yang lalu dapat memberi jawaban terhadap ketidakjelasan keadaan saat tersebut. Orang tua sering tidak dapat memberi penjelasan yang baik dan lengkap terhadap keadaan medis dan kesehatan mulut anaknya, misalnya: keadaan alergi terhadap antibiotic penicillin. Ini dapat berakibat fatal bagi dokter gigi, jika sampai diberikan.Jika perlu berkonsultasi dengan dokter umum/ spesialis, si penderita tersebut.1
Hubungan komunikasi penderita cacat-dokter gigi-orang tua, harus dijaga dengan baik. Orang tua akan melindungi dan saying terhadap anak cacatnya hingga menjadi manja dan kurang disiplin; sehingga menyulitkan kerjasama pada perawatan giginya. Dokter gigi perlu bersikap tegas dan berani dalam bertindak, supaya tercapai hasil yabg baik. Sebaiknya berdiskusi masalah tingkah laku penderita dengan orang tua, sebelum tindakan perawatan, supaya dapat dipahami tindak-tanduk, aksi reaksi penderita cacat terhadap teknik penanganan kerja dokter giginya.1

Teknik Penanganan Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada penderita Cacat:
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien dengan kondisi cacat.27
Teknik TSD (Tell- Show-Do)
Teknik perawatan ini dapat dilakukan pada penderita autism yaitu salah satu cara pendekatan yang bias dilakukan dengan membangun kepercayaan antara dokter gigi dan pasien. Dengan kunjungan yang berulang dan pengenalan terhadap peralatan kedokteran gigi, dapat memfamiliriasasi pasien terhadap lingkungan. Hindari tindakan yang dapat menimbulkan rasa sakit pada penderita cacat, terutama penderita cacat yang mengalami gangguan mental. 27
Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan ini dapat dilakukan pada anak penderita cacat fisik dan psikososial yang cenderung merasa terabaikan oleh lingkungan sosialnya. Dengan menghargai prestasi yang telah dicapainya terhadap apresiasi yang ditunjukkan terhadap perawatan giginya dapat meningkatkan kekooperatifan pasien anak sehingga dapat memperlancar tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi. Bentuk imbalan dapat berupa materi atau imbalan social misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian.18
Desensitasi
Desensitasi adalah cara yang paling sering digunakan oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut. Desensitasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan respon takut dengan pertama kali menghadirkan rangsangan yang menimbulkan suatu respon yang ringan. Desensitasi meliputi: melatih pasien melemaskan otot, menyusun hierarki rasa takut, dan mengerjakan berdasarkan hieraraki rasa takut.Ikatan antara rangsangan dan rasa takut diperlemah perlahan-lahan dengan rileksasi rasa takut dan relaksasi otot yang dalam hal adalah hal yang bertentangan dan tidak akan terjadi bersama-sama.18
Sedasi
Berbagai cara yang telah dikemukakan adalah yang paling sering diterapkan, dan merupakan dasar modifikasi tingkah laku. Setelah dilakukan beberapa kali kunjungan, mungkin anak masih merasa takut mengahadapi perawatan gigi dan tidak kooperatif terhadap tindakan khusus, biasanya suntikan atau bur. Pilihan lain untuk menghadapi kasus demikian, digunakan sedasi, sehingga waktu pasien menghadapi menghadapi perawtan gigi telah rileks.
Golongan obat-obatan yang digunakan adalah sedasi-hipnotik, agen ansietas dan narkotik. Sedasi dapat diberikan dengan cara: Oral, intra venous dan intra muskuler serta inhalasi.18



















BAB III
KESIMPULAN

1. Macam-macam Gangguan perkembangan abnormal pada anak antara lain
a. Gangguan Fungsi Fisik dan Motorik yang terdiri dari
- Impairement adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis atau fisik baik struktur atau fungsinya. Termasuk dalam kelompok ini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar maupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita.
- Disability Adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktifitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
- Handicaped adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairement dan disabiility. Kerugian ini dapat timbui dari dirinva sendiri (intrinsik handicapped ) dan dapat puia timbul dari lingkungan ( Extrinsik handicapped ).
b. Cacat Mental
Sindrom Down merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan.
c. Gangguan Psiko Sosial dan Perilaku
Termasuk gangguan psikososial dan perilaku adalah
- Autism adalah suatu sindroma gangguan perkembangan anak yang sangat kompleks dan berat dengan dugaan penyebab yang sangat bervariatif, serta gejala klinik yang biasanya muncul pada tiga tahun pertama dari keadaan anak tersebut.
- Anak Sukar dididik dan Anak dengan Gangguan Belajar
- Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan problematic identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru.
Gambaran Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Penderita Cacat
Penyakit gigi dan mulut lainnya yang terdapat pada penderita cacat adalah:
Karies Gigi
Penyebabnya antara lain:
- berhubungan dengan etiologi cacat, misalnya hipoplasia email, pit dan fissure yang dalam.
- Berkaitan dengan terapi cacat, misalnya penggunaan obat-obatan cair dengan rasa manis dalam jumlah yang besar
- Berkaitan dengan kemauan, misalnya sulit melakukan perawatan kesehatan mulut secara rutin setiap hari
- Berkaitan dengan pemeliharaan gigi yang tidak adekuat
2. Penyakit Periodontal
Terjadi gangguan periodontal yang disebabkan oleh:
- Kebersihan mulut yang kurang diperhatikan karena ketidakmampuan mengguanakan sikat gigi dengan benar.
- Diet yang kurang baik.
3. Maloklusi
Penyebabnya antara lain:
- gangguan fungsi hubungan otot-otot intra oral dan periodontal sehingga terjadi ovejet yang besar, open bite dan cross bite.
- Bruksism pada penderita serebral palsy yang mengakibatkan protrusi
Penanganan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Penderita Cacat
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien dengan kondisi cacat




















DAFTAR PUSTAKA

1. S Noerdin. Masalah penanganan perawatan gigi pada penderita cacat. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1999; 6 (1):36-41.

2. Mustafa Nuhoni., Krismanto Prawirosumarto,dkk. Rehabilitasi anak yang cacat tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008

3. Anonim. Perkembangan abnormal pada anak. [serial online] 2008 : [internet]. Available from: http://www.kalbe.co,id/files/cdk/files/cdk/files/cdk_27_masalah anak-anak.pdf. Accessed Maret 13, 2008.

4. Akhiruddin. Tugas keterampilan belajar dan teknologi informasi : syndroma down. Jakarta: Universitas Islam Indonesia.2008.

5. Pilcher ES. Dental care for patient with down syndrome.[serial online] 1997. [internet]. Available from: http://www.altonweb.com/cs/downsyndrome/pilcher.html. Accessed Maret 13, 2008

6. Sudiono J. Manifestasi oral sindrom down. Jurnal PDGI 2005 ;55(1):23,25.
7. Chin M. Practical oral care for people with developmental disabilities.[serial online] 2007:6. [internet]. Available from: http://www.nidcr.nih.gov.html. Accessed Maret 13, 2008

8. Loh IM. Dental Problems in People with Down Syndrome 2002:4.
9. US Department of Health and Human Services. Practical Oral care for people with devlopment disabilities. [serial online] 2007. [internet]. Available from: http://nccanch.afc.hhs.gov. Accessed Maret 13, 2008.

10. Fenton SJ. Practical oral care for people with down syndrome. .[serial online] 2002 :2. [internet]. Available from: http://www.nidcr.nih.gov.html. Accessed Maret 13, 2008


11. James AW, McKown CG,Sander BJ, Jones JE. Dental problems in Disabled child dalam McDonald RE, Avery DR, (ed) : Dentistry For Child And Adolescents, 6th, Mosby, St Louis. 1994; 529-533.

12. Practical Oral care for people with mental retardation. Available from: http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseaseAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/MentalRetardation.htm. Accessed Maret 13, 2008.

13. Hasil penelusuran gambar google untuk http—www_nidcr_nih_gov-NR-rdonlyres-4E68B263-435E-4DB2-B3E2-D15EF725785B-3279-oraltrauma_jpg. Available from: http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseaseAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/MentalRetardation.htm. Accessed Maret 13, 2008.

14. Adnyana I Made O. Cerebral palsy ditinjau dari aspek neurology. Cermin Dunia Kedokteran 1995;31 (104):1. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12CerebralPalsy104.pdf/12CerebralPalsy104. html. Accessed January 18,2008.

15. Inga CJ, Reddy AK, Richardson SA, Sanders B. Pediatric dental health. Available from: http://dentalresource.org/topic32cp.htm. Accessed January 18,2008.

16. Physical disorders developmental neuromuscular disorders: Cerebral Palsy. Available from: http://www.dental.ufl.edu/Faculty/Pburtner/Disabilities/English/phcerpal.htm. Accessed January 18,2008
17. Partakusuma FB. Penanggulangan perilaku anak penyandang autisme dalam kedokteran gigi. Dentika Dental Journal 2003; 8 (2):127-9.

18. National Institute of Dental and Craniofacial Research. Practical oral care for people with autism. Available from : http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseasesAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/Autism.htm Accessed Maret 13,2008.

19. Noerdin S. Perawatan gigi pada anak autis. Dentika Dent J 2001; 6(1):31-5.

20. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 8th ed. St.Louis: Mosby Company; 2004. p.543.

21. Judarwanto W. Kesulitan makan pada penyandang autis. Available from : http://puterakembara.org/inde.sthml. Accessed July 1, 2007.

22. Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry – a clinical approach. Copenhgen: Munksgaard; 2001. p.451.

23. Autism Research Institute. Dental anesthesia for the autistic child. Available from : http://www.autismwebsite.com/ARI/info/dental.htm. Accessed July 3, 2007.

24. Puspa Pertiwi AS. Pendekatan perawatan gigi dan mulut anak autis. Dentika Dental Journal 2005; 10 (2): 98.

25. Fayol H, Is S. Perawatan gigi pada anak penderita autism. Indonesian Journal of Oral and Maxillofacial Súrgenos 2004; 2: 308.

26. Fayol Hendri. Suwelo Is. Perawatan gigi pada anak penderira autism. J of oral an maxillofacial. (2).2004.

27. Hartini Soemartono,Sri. Penanggulangan anak takut dalam perawatan gigi. J kedokteran gigi Universitas Indonesia. 10 (1).2003:35-40.

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PADA PENYAKIT PERIODONTAL

PEMERIKSAAN RADIOGRAFI PADA PENYAKIT PERIODONTAL

BAB I
PENDAHULUAN

Praktek kedokteran gigi umum mencakup sebagian besar pemeriksaan, diagnosa, perencanaan perawatan, perawatan, dan pencegahan penyakit. Dokter gigi sering menggunakan sinar-x atau peralatan lainnya untuk membantu penegakkan diagnosis. Perawatan dapat mencakup pencabutan saraf gigi, pencabutan gigi, penggantian gigi yang tercabut. Dokter gigi juga sering melakukan anestesi untuk meringankan nyeri. Peran terpenting dari dokter gigi umum adalah tindakan pencegahan. Jika seorang dokter memeriksa pasiennya secara berkala, maka penyakit dapat dideteksi lebih awal dan dirawat sebelum menjadi penyakit yang parah dan serius.
Kedokteran gigi telah lebih dari satu abad menggunakan pemeriksaan radiografi sebagai sarana untuk memperoleh informasi diagnostik mengenai tulang yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksan klinis dan pemeriksaan lainnya salah satunya adalah kerusakan tulang alveolar yang merupakan masalah penting dalam kedokteran gigi terutama dalam penyakit periodontal. Indikator kualitas tulang yang banyak digunakan dalam penelitian radiografi adalah kepadatan tulang trabekulasi rahang.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat diagnostik utama di bidang kedokteran gigi. Pencitraan modern (modern imaging) yang dapat memberikan informasi diagnostik lebih baik dan akurat, telah pula di kembangkan sejak 1970an. Di Indonesia sarana radiografi modern ini pula masih banyak digunakan. Walaupun demikian pemeriksaan radiografik yang menggunakan andalan bagi sebagian besar praktisi kedokteran gigi di Indonesia. Proyeksi standar yang sudah banyak di gunakan oleh dokter gigi umum seperti proyeksi intra oral, panoramik dan lateral sefalometri, meskipun terlihat sederhana, sesungguhnya dapat memberikan informasi diagnosti lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan klinis yang maksimal.
Untuk setiap proyeksi memang terdapat ketentuan pengaturan standard. Namun demikian tidak selalu radiograf yang dihasilkan dengan teknik standar dapat memenuhi tujuan pemeriksaan yang daiinginkan dokter gigi.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa gambaran radiografi pada kedokteran gigi untuk berbagai tujuan pemeriksaan, khususnya pada penyakit periodontal. Diharapkan tulisan ini dapat membantu peningkatan pelayanan radiologi kedokteran gigi dan membuka wawasan sejawat tentang bagaimana memaksimalkan pemeriksaan radiografik kedokteran gigi.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis-Jenis Radiografi pada Pemeriksaan Periodontal
Radiografi merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa penyakit periodontal, menentukan prognosis dan mengevaluasi hasil perawatan. Meskipun begitu radiografi hanya merupakan pemeriksaan tambahan dan bukan pemeriksaan pengganti. Radiografi menunjukkan perubahan pada kalsifikasi jaringan. Radiografi tidak menampakan aktifitas seluler, tapi hanya menampakan efek seluler pada tulang dan akar. Teknik khusus belum digunakan secara klinik untuk menentukan atau menunjukan perubahan jaringan lunak periodonsium.1 Radiografi yang paling umum digunakan dalam praktek kedokteran gigi umum adalah bitewing dan periapikal.2

Radiografi Bitewing
Bitewing radiografi ini digunakan untuk melihat permukaaan proksimal dari gigi dan crest tulang alveolar pada rahang atas dan rahang bawah dengan film yang sama. Selain digunakan untuk mndeteksi interproksimal yang hilang, juga dapat membrikan informasi status pasien periodontal. Puncak dari inter proksimal garis tulang alveolar relatif pada CEJ dapat diobservasi. Selain itu, deposit kalkulus subgingival mungkin diseteksi. Bagaimanapun, nilai dari bitewing radiografi dalam diagnosis pada penyakit periodontal ini terbatas karena hanya bagian dari korona pada akar gigi yang diobservasi, dan ini terbatas untuk regio molar dan premolar.2
Untuk radiografi bitewing, film ditempatkan di samping mahkota yang tinggi dan rendahnya sejajar dengan long axis gigi. Sinar x-ray diproyeksikan setelah film kontak dengan area gigi dan perpendicular. Proyeksi geometri bitewing dapat dijadikan evaluasi dalam relasi antara interproksimal alveolar crest & CEJ, tanpa adanya kerusakan jika kehilangan tulang pada periodontal hebat dan permukaan tulang tidak bisa dilihat pada radiografi bite wing regular, film dapat ditempatkan vertikal untuk menutupi area yang lebih lebar pada rahang. Lebih dari dua film bitewing ditempatkan secara vertikal mungkin dibutuhkan untuk menutupi seluruh area interproksimal pada area yang diperiksa.1


Radiografi Periapikal
Radiografi periapikal ini tidak hanya digunakan untuk membantu diagnosis banding dari gejala yang diperlihatkan oleh pasien, tetapi juga untuk menyaring proses patologi yang tidak terdeteksi pada gigi dan tulang alveolar di sekitarnya.2 Radiografi periapikal diambil dengan teknik long cone paralel atau bisection-of-the angle yang seringkali tidak menunjukan relasi yang tepat antara tulang alveolar dan cementoenamel junction (CEJ). Terutama pada kasus palatum dangkal atau dasar mulut yang tidak dapat ditempatkan film periapikal.1

Prichard menggambarkan 4 kriteria untuk menentukan angulasi yang adekuat pada radiografi periapikal :
1. Pada radiografi harus nampak ujung cusp M dengan minimal permukaan oklusal.
2. Lapisan enamel dan ruang pulpa tampak nyata.
3. Ruang interproksimal terbuka.
4. Kontak proksimal tidak overlap kecuali ada kelainan anatomi.

Dalam diagnosa penyakit periodontal, radiografi periapikal dapat menyediakan informasi yang bermanfaat yang tidak dapat diperoleh malalui pemeriksaan jaringan lunak itu sendiri. Informasi yang diperoleh antara lain :
1. Gigi2
- Mahkota klinis-rasio akar: pada intinya, rasio antar panjang akar yang dikelilingi oleh tulang dan gigi yang masih tersisa
- Bentuk dan ukuran pada mahkota dan akar: suatu gigi dengan mahkota yang kecil dan akar yang panjang, prognosisnya lebih baik daripada suatu gigi dengan mahkota yang besar dan akar yang pendek. Akar yang mengecil diujung mempunyai area permukaan yang sedikit pada attachmen periodontal daripada akar yang tumpul.
- Posisi akar dari gigi yang berakar banyak: gigi yang berakar banyak, terdapat penyatuan akar memiliki prognosis yang buruk, dibanding dengan akar yang memiliki pemisah yang tebal.
- Posisi dari gigi dalam relasi dengan gigi disampingnya: membuka kontak poin atau menutup proksimal dengan gigi yang berdekatan dapat dilihat pada radiografi, dan mungkin area yang penting dimana masalah periodontal terjadi.
- Adanya kalkulus: baik subgingival dan deposit kalkulus supragingiva dapat dilihat pada radiografi periapikal.
- Adanya resorbsi akar: Resorbsi internal atau eksternal akar dapat dideteksi.
- Kontur dan tepi pada restorasi: hubungan antara interproksimal yang overhanging dan atau kontur restorasi yang sedikit, hilangnya tulang periodontal dapat dilihat melalui pemeiksaan radiografi.
- Fraktur pada akar. Gigi dengan fraktur horizontal ataupun vertikal dapat hadir dengan gejala periodontal
- Anatomi dan patologi pulpa: bentuk anatomi dari pulpa dan saluran akar dapat dilihat, demikian pula patologi pulpa
2. Tulang2,3
- Pola kehilangan tulang: apakah kehilangan tulang horizontal atau vertikal?
Penting untuk dicatat bahwa treatment modality dan treatment outcome bisa saja berbedda antara kehilangan tulang horizontal dengan vertikal.
- Tingkat/luasnya kehilangan tulang: apakah kehilangan tulang secara umum pada gigi-gigi atau secara lokal pada gigi tertentu?
Membandingkan radiografi dengan dental probing dan area resesi akan membantu dalam menyimpulkan tingkat attachment loss.
- Keparahan kehilangan tulang: ini dapat digambarkan dalam bentuk persentase, mengambil tinggi normal tulang hanya sampai diawah CEJ dan menghitung panjang akar.
- Furcation involvement: apakah terdapat bukti radiolusensi pada area furkasi?
- Lamina dura: secara signifikan lamina dura tidak jelas. Sedangkan kehadiran lamina dura mengindikasikan tulang pendukung yang baik, ketiadaanya tidak selalu berarti patologis.
- Jarak ligamen periodontal: perluasan pada jarak ligamen periodontal dapat mengindikasikan gigi tersebut menjadi subjek tekanan oklusal atau mengalami kegoyangan. Ini juga dapat menjadi tanda adanya inflamasi pulpa, oleh karena itu pemeriksaan klinis yang hati-hati dibutuhkan untuk membuat suatu dignosa.2

Radiografi Panoramik
Radiograf panoramik memberikan gambaran umum mengenai struktur oral, dan digunakan untuk menentukan pola kehilangan tulang secara umum. Radiografi panoramik tidak cocok untuk menentukan derajat kehilangan tulang yang berhubungan dengan gigi individual, dimana terlihat distorsi yang hebat dan garis luar pada batas tulang sering tidak jelas karena tumpang-tindih dari struktur yang menghalangi.2
































Gambar 1. Diagram skematik dari radiografi periapikal (A) dan bitewing (B). Angulasi dari tabung sinar-X dan film pada radiogafi periapikal mengubah jarak antara alveolar crest dan CEJ (bandingkan a-b dengan a’-b’). Sebaliknya proyeksi geometri pada radiografi bitewing menunjukkan penggambaran yang akurat (a’-b’) dari jarak antara alveolar crest dan CEJ (a-b)
Gambar 2. Radiografi periapikal (A) dan bitewing (B) pada pasien periodontitits yang bergigi lengkap. Film radiografi periapikal secara jelas menggambarkan terlalu rendah sejumlah kehilangan tulang (panah putih). Oleh karena proyeksi geometri yang tepat, tinggi tcrest alveolar secara akurat digambarkan pada radiografi bitewing (panah putih).










2.2 Gambaran Radiografi Beberapa Penyakit Periodontal

Gingivitis
Penemuan radiografi uang umum ditemukan pada gingivitis, yaitu :
Tidak ada bukti kehilangan tulang.
Terdapat crestal lamina dura
Tingkat tulang alveolar antara 1-2 mm dari are CEJ
Gambar 3. Radiografi pada gingivitis



Periodontitis
Urutan perubahan radiografi pada periodontitis dan penyebab perubahan jaringan lunak antara lain1:
1. Kekaburan dan putusnya kontuinitas dari lamina dura, pada bagian mesial atau distal dari crest septum interdental dipertimbangkan sebagai perubahan radiografi yang paling awal terlihat pada periodontitis (Gambar 4, A dan B). Hasil dari perluasan inflamasi gingiva pada tulang, menyebabkan pelebaran saluran pembuluh dan reduksi kalsifikasi jarungan lunak pada septal margin. Perubahan itu, bagaimanapun tergantung pada teknik radiografi (angulasi dari tube, penempatan film) dan pada variasi anatomi (ketebalan dan densitas dari tulang interdental, posisi gigi di sampingnya). Tidak ada hubungan yang ditemukan antara crest lamina dura pada radiograf dengan atau tidak terjadinya inflamasi klinik, perdarahan pada saat probing, poket periodontal, dan kehilangan perlekatan,. Oleh karena itu disimpulkan bahwa terdapatnya crest lamina dura yang utuh dapat menjadi indikator dari kesehatan periodontal, mengingat keberadaannya berhubungan dengan diagnostik yang kurang.
2. Area radiolusensi yang berbentuk baji terbentuk pada bagian mesial atau distal dari crest tulang septal
3. Proses destruksi berjalan sepanjang crest septum interdental dan tingginya berkurang. Proyeksi radiolusensi seperti jari memanjang dari crest masuk ke dalam septum (Gambar 4, C). Proyeksi radiolusen kedalam septum interdental adalah hasil perluasan yang lebih dalam dari inflamasi ke dalam tulang. Sel inflamatori dan cairan, proliferasi dari sel penghubung jaringan lunak, dan pertambahan osteoklas menyebabkan pertambhan resorbsi tulang sepanjang pingggiran endosteal pada ruang medulla. Proyeksi radiopak yang memisahkan ruang radiolusen adalah gambar komposite yang erosi sebagian pada tulang trabekula.
4. Tinggi interdental septum makin berkurang oleh karena perluasan dari inflamasi dan resorbsi tulang (Gambar 4, D).

Gambar 4. A. Interdental septa tampak normal B. Penyatuan dan putusnya kontuinitas laminadura pada crest tulang bagian distal ke I1. terdapat area radiolusen tajam pada cres dari septum interdental C. Proyeksi radiolusen dari cres kedalam septum interdental mengindikasikan proses perluasan destruksi D. Kehilangan tulang yang berat.


Kawah Interdental
Kawah interdental tampak sebagai daerah ireguler (tidak beraturan) dari reduksi radiopak pada puncak tulang alveolar. Kawah biasanya tidak tajam batas pemisahnya dari crest tulang, kadang-kadang berangsur angsur bercampur. Radiograf yang tidak akurat menggambarkan morfologi atau kedalaman dari kawah interdental, yang kadang-kadang tampak sebagai kerusakan vertikal.1

Furcation Involvement
Diagnosis sementara dari furcation involvement dibuat dari pemeriksaan klinis, termasuk di dalamnya probing hati-hati dengan probe yang khusus. Radiografi berguna tetapi memperlihatkan benda yang memperkenankan furcation involvement hadir tanpa perubahan radiografi dapat dideteksi.1
Pada umumnya, kehilangan tulang yang banyak akan tampak pada radiografi. Variasi pada teknik radiografi tidak memperjelas keberadaan furcation involvement yang luas. Suatu gigi dapat menunjukkan bifurcation involvment pada satu film (Gambar 5, A), tetapi tampak tidak terlibat dengan lainnya (Gambar 5, B). Radiografi harus diambil dari sudut yang berbeda untuk mengurangi resiko tidak terlihatnya furcatio involvement.1







Gambar 5. A. Furcation involvement ditunjukkan oleh radiolusensi triangular pada area bifurkasi pada molar pertama rahang bawah. Pada molar kedua hanya ditemukan sedikit penebalan pada space periodontal di area bifurkasi. B. Beberapa daerah sama, sudut yang berbeda. Radiolusen triangular pada bifurkasi Molar pertama hilang


Pengenalan dari radiolusensi yang luas dan secara jelas pada area furkasi menandakan tidak ada masalah, tetapi perubahan radiografi yang dihasilkan oleh furcation involvment seringkali diabaikan. Untuk membantu radiograf mendeteksi furcatio involvment, lakukan beberapa kriteria diagnosis yang disarankan1:
1. Perubahan radiografik yang ringan pada daerah furkasi, hendaknya diteliti secara klinis terutama bila kehilangan tulang pada daerah dekat akar

Gambar 6. Furcation involvement dipengaruhi oleh penyatuan bifurkasi molar pertama rahang bawah. Terutama ketika dihubungkan dengan kehilangan tulang pada akar



2. Pengurangan radiodensitas daerah furkasi pada outline dari tulang trabekular menunjukkan adanya furcatio involvment

Gambar 7. Furcatio involvement diindikasikan pada molar pertama dan kedua rahang oleh penebalanpada ruang periodontal dalam daerah furkasi. Furkasi pada molar ketiga juga termasuk, tetapi sebagian penebalan ruang periodontal tidak jelas oleh garis oblik eksternal.

3. Sewaktu-waktu bila ada tanda kehilangan tulang yang berhubungan dengan molar berakar tunggal, ini dapat diasumsikan terjadi furcation involvment.

Gambar 8. Furcation involvement pada molar pertama, dihubungkan dengan kehilangan tulang pada distal akar








Gambar 9. Furcation involvement pada molar pertama, tidak jelas oleh radiopak akar lingual. Jarak garis horizontal akar distobukal pada batas apikal, yang mana ditutup oleh tulang, dari sisa kar, dimana terjadi kerusakan tulang.



Abses Periodontal
Tipikal radiografi yang menunjukkan abses periodontal memilki kekhususan pada daerah radiolusensi sepanjang aspek lateral akar.1






Gambar 10. Daerah radiolusen pada aspek lateral akar dengan abses periodontal kronis









Gambar 11. Tipe radiografik tampak pada abses periodontal incisivus satu kanan


Namun, gambaran radiografik periodontal abses tidak selalu tipikal disebabkan oleh banyak variabel, seperti berikut ini1:
Derajat lesi pada tahap awal periodontal abses akut sangat sakit tetapi tidak nampak perubahan radiografik.
Perluasan destruksi tulang dan perubahan morfologi tulang.
Lokasi abses. Lesi pada jaringan lunak poket periodontal adalah menghasilkan sedikit perubahan radiografi dibandingkan pada jaringan pendukung yang lebih dalam. Abses pada aspek lingual/fasial lebih kabur karena radiopak dari akar. Lesi pada interproksimal lebih terlihat pada radiografi.
Oleh karena itu, radiografi sendiri tidak terlalu dapat dipercaya untuk mendiagnosis abses periodontal.1

Gambar 12. Abses periodontal pada daerah incisivus kiri dan kanan. B. Perluasan kerusakan tulang dan penebalan ruang ligamentum periodontal di sekitar incisivus satu kanan




Localized Aggressive Periodontitis
Localized Aggressive (biasanya “localized juvenile”) periodontitis ditandai dengan kombinasi dari beberapa radiografik berikut1:
Kehilangan tulang pada awalnya pada area incisivus atau daerah molar pertama rahang bawah dan rahang atas, biasanya bilateral, dan hasilnya vertikal, membentuk pola destruktif.
Kerusakan tulang dapat berkembang menjadi generelized, tetapi tetap sedikit kehilangan pada premolar.


Gambar 13. Localized Aggressive periodontitis. Utamanya kerusakan tulang terjadi pada daerah molar pertama dan anterior yang dipertimbangkan untuk karakteristik penyakit ini.


Trauma From Occlusion (TFO)
Trauma From Occlusion (TFO) dapat menghasilkan deteksi radiografi dimana terdapat perubahan lamina dura, morfologi alveolar crest, ketebalan dari saraf PDL, dan densitas di sekeliling tulang lancellous. Lesi traumatik bermanifestasi lebih jelas pada bagian fasiolingual, karena bagian mesiodistal dari gigi mempunyai tambahan stabilitas oleh daerah kontak dengan gigi tetangga. Untuk itu sedikit variasi pada permukaan proximal dapat mengedintifikasikan perubahan yang hebat pada bagian fasial dan lingual.1
Perubahan radiografik pada daftar berikutnya tidak patognomonic dari TFO dan harus diinterpretasikan dalam kombinasi dengan tanda klinis, kegoyangan gigi, tampak ada masalah, poket yang dalam. Analisis kontak oklusal dan kebiasaan pada fase injuri dari traumatik oklusi memperlihatkan kehilangan laminadura yang dapat terjadi pada apeks, furkasi dan daerah margin. Kehilangan laminadura ini menghasilkan panebalan jarak PDL. Perubahan ini, terutama ketika baru mulai atau terbatas; dapat lebih mudah pusing dengan variasi tehnik disebabkan oleh sudut sinar X atau malposisi dari gigi. Ini dapat didiagnosis dengan pasti hanya dengan radiografi dengan kualitas tinggi.
Fase repair dari trauma oklusi menghasilkan percobaan untuk memperkuat struktur periodontal dengan dukungan yang lebih baik menunggu penambahan. Radiografinya, ini bermanifestasi dan dan pelebaran jarak PDH, secara umum untuk secara khusus. Beberapa kerusakan lebih lanjut yang dapat terjadi adalah kehilangan tulang alveolar yang labih dalam, kombinasi dengan inflamasi pada marginal, dapat memberi petunjuk formasi poket infraboni. Pada tahapterminal, lesi ini memperluas ke ujung akar, bertambah lebar, foto radiolusen pada periapikal. Resorbsi akar dapat dihasilkan perubahan berlebihan dari periodontium. Terutama disebabkan oleh alat ortodonsi. Walaupun traumaoklusi menghasilkan banyak daerah resorbsi akar, area ini biasanya tidak cukup untuk dideteksi secara radiografi.1










Gambar 14. Penebalan ruang periodontal disebabkan trauma from oklusion. Penambahan densitas dari tulang disebabkan pembentukan tulang baru pada respon tekanan oklusal meningkat




2.3. Kriteria Radiografi Tambahan
Berdasarkan kriteria diagnostik, dapat digunakan sebagai petunjuk lebih lanjut pada radiografi untuk mengidentifikasi penyakit periodontal1 :
Garis horizontal yang radiopak di samping akar. Garis ini memisahkan bagian akar pada bagian labial atau lingualtulang sebagian atau hancur sempurna dari sisa bagian tulang yang mendukung.
Pembuluh pada saluran di tulang alveolar. Hirschfield menjelaskan daerah radiolusen linear dan sirkuler dihasilkan oleh saluran interdental dan foramina, tentu pembuluh darah menyuplai tulang dan normal radiografi ditemukan. Radiografi dari saluran seringkali menonjol, terutama pada bagian anterior rahang bawah, bahwa kemungkinan mereka pusing dan hasil radiolusensi dari penyakit periodontal.
Diferensiasi antara diobati dan penyakit periodontal yang tidak diobati.
Ini kadang-kadang penting untuk ditentukan yang mana reduksi tulang hasil dari penyakit periodontal yang destruksinya tidak panjang (biasanya setelah perawatan dan mendapat pemeliharaan) atau keberadaan destruksi penyakit periodontal. Pengujian klinis yang dapat membedakannya. Bagaimanapun, mendeteksi perubahan secara normal pada potongan jelas garis luar septa peripheral menguatkan bukti dari destruksi penyakit periodontal.1


2.4. Rekaman Temuan Radiografi
Ini penting untuk mencatat temuan dari pemeriksaan radiografi pada rekaman perawatn pasien, menyusun dan menyimpan radiografi sebagai referensi di masa yang akan datang. Pencatatan rekaman perawatan sebaiknya menunjukkan :
- Waktu radiografi diambil
- Tipe dari radiografi yang diambil
- Alasan mengambil radiografi
- Keuntungan informasi diiagnostik dari uji radiograf
- Tes diagnostik lebih lanjut mungkin perlu untuk follow up apapun yang berhubungan dengan radiografi.2












BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Radiografi merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa penyakit periodontal, menentukan prognosis dan mengevaluasi hasil perawatan.Radiografi hanya merupakan pemeriksaan tambahan dan bukan pemeriksaan pengganti.
- Radiografi yang paling umum digunakan dalam praktek kedokteran gigi umum adalah bitewing dan periapikal.
- Empat kriteria dari Prichard untuk menentukan angulasi yang adekuat pada radiografi periapikal: pada radiografi harus nampak ujung cusp M dengan minimal permukaan oklusal; lapisan enamel dan ruang pulpa tampak nyata; ruang interproksimal terbuka; dan kontak proksimal tidak overlap kecuali ada kelainan anatomi.
- Beberapa penyakit periodontal yang dapat dilihat dengan gambaran radiografi, yaitu: gingivitis, periodontitis, kawah interdental, furcation involvement, localized periodontitis, dan trauma from occlusion.
- Pencatatan rekaman perawatan sebaiknya menunjukkan: waktu radiografi diambil; tipe dari radiografi yang diambil; alasan mengambil radiografi; tambahan informasi diagnostik dari pemeriksaan radiografi; dan tes diagnostik lebih lanjut mungkin perlu untuk follow up apapun yang berhubungan dengan radiografi
DAFTAR PUSTAKA

1. Tetradis, Sotirios, Fermin A. Carranza, Robert C. Fazio, and Henry H. Takei. Radiographic aids in the diagnosis of periodontal disease. Edisi 10. Philadelpia. 2002. pp. 561-65


2. ____________. Radiografi and periodontal doagnosisi. Available at: http://www.adelaide.edu.au/spdent/dperu/cpep/radio.htm. Diakses 3 April 2008.


3. Aguiar Ara. Periodontal disease recognition: a review course for dental hygienists. Available at: http://www.dent.ucla.edu/pic/members/pdr/pdrhome.html. Diakses 3 April 2008.

Kurang Vitamin C Bisa Ompong?

Kurang Vitamin C Bisa Ompong? E-mail
Kata periodontal berarti "sekitar gigi". Karena itu, penyakit periodontal berarti penyakit pada jaringan di sekitar gigi, yaitu infeksi bakteri yang mengenai gusi dan tulang yang menyokong gigi.

Penyakit ini dapat menjadi serius jika tidak ditangani, bahkan dapat menyebabkan tanggalnya gigi.

Penyakit periodontal berhubungan dengan usia. Anak-anak cenderung bebas dari penyakit ini walaupun terdapat plak gigi, namun selama pubertas terdapat peningkatan kerentanan terhadap penyakit ini. Hal ini terbukti lewat fakta lebih dari 65 persen remaja Amerika yang menderita penyakit ini. Demikian pula lebih dari 65 persen dewasa Amerika memiliki kantung gusi akibat penyakit ini.

Penyebab utama penyakit periodontal adalah bakteri yang berada di dalam plak. Namun, terdapat faktor-faktor lain yang juga memengaruhinya, antara lain: merokok, genetik, kehamilan dan pubertas, stres, konsumsi obat-obatan (contohnya: steroid, kontrasepsi oral, obat epilepsi, dan obat-obat jantung tertentu), memakai kawat gigi, kencing manis, gizi buruk, serta penyakit yang mengganggu sistem kekebalan tubuh (contohnya AIDS).

Ada banyak bentuk penyakit periodontal. Jenis yang paling sering adalah gingivitis. Pada gingivitis, warna gusi menjadi merah, bengkak, sakit dan mudah berdarah. Terkadang terjadi bau napas tidak sedap serta rasa pahit di mulut. Gingivitis ini mulanya disebabkan oleh plak pada gigi. Gingivitis dapat sembuh sempurna dengan penanganan profesional serta perawatan gigi dan mulut yang baik, namun jika tidak ditangani dapat berlanjut menjadi periodontitis.

Pada periodontitis, plak telah menyebar ke bagian dalam gusi sehingga terjadi peradangan yang mengakibatkan hilangnya perlekatan gigi dan gusi. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya kantung gusi.

Kantung gusi ini mempermudah terjadinya infeksi kuman dan lama-kelamaan dapat terbentuk nanah di dalamnya. Kantung ini dapat menjadi semakin dalam dan menyebabkan kerusakan tulang gigi yang kemudian akan menyebabkan gigi goyah dan tanggal. Penderita periodontitis biasanya merasa giginya menjadi lebih sensitif ketika makan makanan panas atau dingin.

Penyakit periodontal ini dapat dicegah dengan cara menjaga kesehatan mulut, yaitu menggosok gigi minimal 2 kali sehari, mengganti sikat gigi dengan yang baru setiap 3 bulan, menggunakan pasta gigi yang menggunakan fluoride, menggunakan dental floss untuk membersihkan plak, menggunakan obat kumur, mengonsumsi makanan secara seimbang dan menghindari makan terlalu manis.

Jika telah terjadi penyakit ini, sebaiknya dilakukan perawatan oleh profesional. Terapi yang akan dilakukan oleh dokter gigi dapat berupa terapi nonbedah ataupun bedah.

Terapi nonbedah dilakukan jika kerusakan yang terjadi belum parah, yaitu dapat dilakukan dengan scaling (pembersihan karang gigi), pemberian antibiotik, pemberian obat kumur, dan anjuran untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Terapi bedah dilakukan jika kerusakan sudah parah dan tidak bisa ditangani dengan cara nonbedah.

Prosedur bedah yang biasa dilakukan antara lain reduksi kantung gigi (pocket reduction procedure), pemanjangan mahkota (crown lengthening), soft tissue grafts, gingival grafts, prosedur flap gingival, gingivectomy, serta Guided Tissue Regeneration/Bone Augmentation. Jika penderita telah kehilangan giginya akibat penyakit periodontal, maka dapat diterapi dengan implan gigi (dental implants).

Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang normal. Tubuh manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyintesis vitamin C, karena itu diperlukan asupan dari luar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Vitamin C banyak ditemukan pada buah-buahan seperti jeruk, anggur, lemon, pepaya, dan stroberi. Sayuran yang juga mengandung vitamin C antara lain tomat, brokoli, paprika hijau dan merah, selada, dan sayuran hijau lainnya.

Vitamin C dibutuhkan untuk berbagai proses biokimia dalam tubuh, antara lain, membentuk dan menjaga integritas kolagen yang merupakan pembentuk struktur jaringan tubuh (kulit, tulang, gigi, pembuluh darah, tulang rawan, dan otot). Selain itu, vitamin C memiliki fungsi antioksidan, yaitu melindungi sel dari kerusakan oleh radikal bebas. Vitamin C juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh, yaitu dengan menstimulasi produksi sel darah putih serta mendorong produksi antibodi dan interferon yang memberikan perlindungan terhadap virus dan sel kanker.

Selain itu, vitamin C juga berkontribusi terhadap pertahanan tubuh dengan fungsinya sebagai pembentuk kolagen yang merupakan penyusun kulit pada permukaan tubuh. Kulit ini berperan sebagai pertahanan pertama terhadap invasi benda asing. Vitamin C juga memiliki peran penting pada berbagai fungsi biokimia lainnya, yaitu pembentukan asam amino karnitin dan katekolamin, serta membantu tubuh untuk menyerap zat besi dan memecah histamin yang merupakan komponen radang pada reaksi alergi.

Selama beberapa tahun, terdapat kontroversi akan keamanan vitamin C. Namun, kebanyakan pendapat ini tidak berdasar.

Hatchcock J dalam Safety of Vitamin and Mineral Supplements menyatakan bahwa vitamin C memiliki kadar toksisitas yang rendah karena, bila tidak, tentu sudah banyak terjadi intoksikasi. Walaupun konsumsi yang berlebih mungkin menyebabkan efek samping pada beberapa individu, beberapa laporan dalam penelitian yang luas menunjukkan efek samping yang sangat kecil.

Vitamin C dan periodontal

Vitamin C sejak lama dipercaya dapat mencegah penyakit scurvy. Dalam hal ini, kekurangan vitamin C akan menyebabkan penyakit scurvy. Akan tetapi, kekurangan vitamin C tidak secara langsung menyebabkan penyakit periodontal. Hanya saja konsumsi vitamin C yang cukup dapat mengurangi risiko terkena dan membantu penyembuhan penyakit ini.

Kurangnya konsumsi vitamin C berhubungan dengan gangguan pembentukan kolagen, padahal kolagen penting untuk memelihara integritas elemen penempelan gigi dan gusi. Selain itu, kolagen juga berperan sebagai pertahanan terhadap toksin bakteri dalam plak gigi sehingga tidak masuk ke pembuluh darah dalam gusi.

Suatu studi in vitro mengungkapkan bahwa kalsium askorbat yang mengandung metabolit vitamin C meningkatkan produksi protein kolagen hingga 85 persen dan turut meningkatkan mineralisasi jaringan.

Penelitian oleh Pussinen PJ dkk (2003) menemukan adanya pengaruh kadar vitamin C dalam darah terhadap tingginya kadar antibodi terhadap bakteri penyebab tersering periodontitis, yaitu Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C penting dalam memacu sistem kekebalan tubuh untuk melawan bakteri, yaitu dengan membentuk antibodi.

Selain membentuk antibodi, vitamin C juga dapat merangsang pembentukan sel darah putih dan memiliki sifat kemotaktik, yaitu memanggil sel-sel darah putih ke daerah radang untuk melawan kuman yang masuk. Vitamin C juga akan menimbulkan lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan P gingivalis. Dengan demikian, jika kadar vitamin C rendah maka kolonisasi P gingivalis akan meningkat sehingga penyembuhan jaringan periodontal terhambat.

Pada studi lainnya pada komunitas lanjut usia di Jepang tahun 2005 didapatkan hasil konsentrasi vitamin C serum berhubungan terbalik dengan hilangnya perlekatan gigi dengan gusi. Didapatkan kejadian kehilangan perlekatan ini lebih besar empat persen pada subyek dengan kadar vitamin C serum yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan kadar vitamin C serum memiliki hubungan dengan kejadian periodontitis pada populasi usia lanjut.

Pada sebuah studi lainnya di Jerman tahun 2005, kadar vitamin C darah pada penderita periodontitis kronik lebih rendah dibandingkan individu yang sehat. Kadar yang paling rendah ditemukan pada penderita yang juga merokok. Studi ini juga mengungkapkan terjadinya peningkatan kadar serum vitamin C dan perbaikan gejala pada penderita periodontitis kronik setelah mengonsumsi grapefruit yang mengandung vitamin C kadar tinggi selama dua minggu.

Hubungan vitamin C dengan kelainan periodontal juga ditemukan pada survei besar pada tahun 2000 yang melibatkan 12.419 subyek. Didapatkan hubungan antara rendahnya konsumsi vitamin C dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit periodontal.

Orang yang mengonsumsi 100-179 mg vitamin C per hari memiliki risiko yang lebih rendah untuk terkena penyakit periodontal daripada orang yang mengonsumsi hanya 0-29 mg vitamin C per hari. Namun, tidak terdapat penurunan risiko lebih lanjut jika dosis vitamin C yang dikonsumsi lebih dari 180 mg per hari.

Dari berbagai penelitian di atas disimpulkan bahwa kurangnya konsumsi vitamin C dapat meningkatkan risiko penyakit periodontal, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan tanggalnya gigi. Karena itu, penting bagi kita untuk mengonsumsi vitamin C dalam kadar yang cukup. Mencegah memang lebih baik daripada mengobati.

Bagaimana Membuat Sebuah Blog yang Baik?

Bagaimana Membuat Sebuah Blog yang Baik?



Pada dasarnya, sebuah blog yang baik tidak jauh berbeda dengan sebuah situs web yang baik. Karena sebenarnya karakteristik website dengan weblog itu tidak jauh berbeda. Begitu juga dengan faktor-faktor yang membuat sebuah blog menjadi lebih baik, di antaranya:

1. Kecepatan
Beberapa survey menyatakan bahwa kita hanya punya waktu 10-30 detik untuk menarik perhatian pembaca. Dengan demikian, kalau website yang kita rancang terlalu berat, lenyap sudah peluang itu. Jadi, kurangi jumlah gambar atau animasi yang terpasang di blog atau compress ke ukuran file yang lebih kecil. Pilihlah layanan blog yang bagus.

2. Desain
Meskipun kita bersikeras beranggapan jangan menilai orang dari bentuk luarnya, namun di dunia cyber tidak demikian. Orang akan menilai apakah anda bonafit atau tidak dari penampilan web anda. Cobalah untuk menampilkan desain terbaik, tulisan yang enak dibaca, warna yang tidak terlalu mencolok mata pembaca, dan pasang sebuah foto terbaik kita di dalamnya. Ini agar mereka yang membaca menganggap web itu dibuat oleh seseorang yang bertanggungjawab. Jadi, pilihlah template blog terbaik dari yang tersebar di internet atau desain sendiri template blog yang menarik.


3. Fokus
Kalau anda membuat web dengan fokus pada salah satu tema yang anda kuasai, tentunya lama kelamaan anda akan semakin menguasai fokus anda tersebut. Pembaca akan dengan senang hati berkunjung ke blog anda dengan harapan menemukan sesuatu yang baru sesuai dengan keinginan mereka. Tapi, kalau blog anda tidak fokus maka pembaca juga akan berfikir anda bukanlah orang yang capable di bidang yang mereka cari. Kecuali untuk blog jurnal pribadi yang memang bebas untuk anda isi sesukanya.

4. Keyword

Keyword penting untuk kepopuleran web anda. Tapi, banyak juga orang yang hanya berkonsentrasi pada keyword yang bagus bahkan mahal hanya untuk menjadi populer di search engine. Padahal, berdasarkan informasi yang saya telusuri, keyword bukanlah segala-galanya. Keyword memang penting, tapi bukan segala-galanya. Karena itu, keyword boleh diperhatikan, tapi tidak untuk membuat anda sedemikian risaunya oleh keyword.

5. Kredibilitas
Orang-orang akan bolak-balik mengunjungi web atau blog anda kalau mereka percaya pada anda, jadi jangan pernah rusak kepercayaan yang sudah mereka berikan pada anda. Dengan jujur dalam menulis, perlahan web anda akan merangkak naik di search engine.

Rabu, 04 Maret 2009

manfaat fluoride

NAMA: I MADE ADITYA PARADIPTA

NPM : 071/G/07

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

FLUORIDE SANGAT PENTING KARENA:

- SIFAT ANTI KARIES DARI FLUORIDE.

- MEKANISME FISIK-KIMIAWI DARI PENGHAMBAT KARIES

- MEKANISME BIOLOGI DARI PENGHAMBAT KARIES

- Berperan menghambat karies di dalam lingkungan mulut melalui mekanisme fisik kimiawi dan biologi

- Menghambat demineralisasi melalui pembentukan fase tahan asam dan meningkatkan remineralisasi email yang karies (demineralisasi) dan belum berlubang

- Menghambat metabolisme karbohidrat oleh mikroflora plak asidogenik

- Konsentrasi sub-lethal dari fluorida dapat mengubah toleransi asam dari streptococcus mutans dan organisme lain, menjurus ke flora plak yg tidak terlalu asidogenik

- Dalam bahan gigi, efektivitas fluoride dalam mengendalikan keseimbangan demineralisasi-remineralisasi yang didasarkan pada variabel konsentrasi dan kecepatan pelepasan dari restorasi

- Fluor merupakan salah satu bahan pasta gigi berfungsi memberikan efek deterjen sebagai satu dari tiga bahan utamanya disamping bahan abrasi. Fluoride berfungsi melapisi struktur gigi dan ketahanannya terhadap proses pembusukan serta pemicu proses mineralisasi. Unsur kimia dalam zat ini mengeraskan email gigi pada persenyawaannya.

Fluoride yang banyak digunakan jenis Sodium Monofluoro Fosfat atau Sodium Fluoride.

Jadi, intinya fluoride dalam konsentrasi yang diijinkan mempunyai efek positif untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi. Penggunaan fluor juga jangan terlalu berlebihan, karena fluor dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan fluorosis.