PENANGANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK YANG MENDERITA CACAT MENTAL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perawatan gigi pada penderita cacat telah lama diabaikan, sedikit sekali dokter gigi terekspos terhadap tantangan merawat penderita cacat ini. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh pendidikan khusus dalam perawatan gigi pada penderita cacat. Karena dasar rasa takut dari ketidakmampuan untuk menghadapi situasi, mendorong banyak dokter gigi untuk menolak perawatan gigi pada penderita cacat ini.1
Jumlah penderita cacat di Indonesia oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada. Beberapa keadaan yang menimbulkan kecacatan anatara lain2
1. Kebutaan total dan kebutaan sebagian
2. Ketulian total dan ketulian sebagian
3. Kelainan jantung akibat demam reumatik atau cacat bawaan
4. Tuberkolose
5. Retardasi mental dan gangguan sosio-emosional
6. Ketidakmampuan ortopedik yang terutama disebabkan oleh dasar-dasar neuromuscular.
Dari sudut pandang kedokteran gigi, bahwa penderita cacat mempunyai banyak hambatan karena kurangnya kemampuan, termasuk perawatan oleh dokter gigi. Kebutuhan perawatan gigi dari penderita cacat ini tidak banyak berbeda dari perawatan penderita normal lainnya, tetapi tata pelaksanaan perawatan biasanya lebih sulit. Penerimaan perawatan gigi dapat dipengaruhi oleh satu atau lebih permasalahan medis, mental, fisik, dan emosi.1
Kebutuhan dasar perawatan gigi pada penderita cacat dapat dicapai jika objek dan sumber permasalahan yang terdapat di masyarakat dapat diketahui, dan dapat ditangani melalui hasil-hasil suatu studi sistematis dari permasalahan yang menyangkutnya. Kesulitan pelaksanaan perawatan gigi pada penderita cacat dapat diatasi jika dokter gigi memperoleh pengetahuan yang baik dari kondisi manifestasi fisik dan psikologis pasien. Tindakan perawatan gigi dan mulut dari penderita cacat ini dapat ditempuh dengan cara yang sama pada penderita (anak) normal. Sebagian besar penderita cacat ini mempunyai kesehatan mulut yang buruk dari penderita normal.1
Banyak kemajuan dalam bidang kesehatan telah dicapai pada dua dekade ini, banyak anak yang semestinya meninggal pada usia muda, sekarang dapat tumbuh sampai dewasa. Kelompok penderita cacat makin meningkat, karena kemajuan ilmu kedokteran yang dapat memperpanjang usia hidup mereka. Dengan semakin tingginya kesadaran terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut oleh orang tua dan para medis, maka banyak penderita cacat ini telah mulai berobat ke praktek dokter gigi, dan memerlukan bukan saja perawatan darurat, tetapi pemeliharaan berkala yang baik dan teratur.1
I.2 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain adalah
Untuk mengetahui beberapa jenis kecacatan yang tersebar di masyarakat khususnya anak-anak baik kecacatan fisik, gangguan mental maupun gangguan psiko social.
Untuk Mengetahui beberapa gambaran kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita cacat
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah penanganan kesehatan gigi dan mulut pada anak penderita cacat.
BAB II
PEMBAHASAN
Kelainan pada anak terjadi akibat perkembangan abnormal yang dialami oleh anak tersebut dalam fase tumbuh kembangnya, fase ini tidak hanya terbatas pada keadaan postnatal dari anak tersebut, tetapi kondisi prenatal juga berpengaruh penting terhadap perkembangan abnormal yang dialami oleh anak.
Perkembangan dilukiskan sebagai suatu proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi ketidakdinamisan perkembangan maka akan terjadi gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa fisik, cacat mental, cacat motorik, cacat social dan lain sebagainya. Tidak jarang kecacatan itu dianggap sebagai kesalahan orang tua, misalnya: anak yang lahir dengan tangan yang tidak normal dihubungkan dengan dosa orangtua yang pernah mencelakakan orang lain dan memotong tangannya pada saat istrinya sedang hamil.3
Gangguan perkembangan antara lain meliputi gangguan fisik dan psikomotorik, gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada prilaku psikososial dan moral yang dicakup dalam pengertian devisiensi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut:
A. Gangguan Fungsi Fisik dan Motorik
Menurut Sukarman, cacat fisik adalah cacat yang ada hubungannya dengan tulang sendi dan pergerakan otot. Cacat fisik adalah jenis cacat dimana salah satu atau lebih anggota tubuh bagian tulang atau persendian mengalami kelainan, sehingga timbul rintangan dalam melakukan fungsi gerak. Cacat fisik seperti ini disebut ortopedi. Sedangkan menurut kedokteran, disebutkan bahwa cacat tubuh adalah kelainan pada anggota gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian baik dalam struktur maupun fungsinya sehingga dapat menjadi rintangan pada penderita untuk melakukan kegiatan secara layak.
Sementara itu analitasi (1995) menyatakan bahwa gangguan fungsi fisik dan psikomotor pada umumnya disebabkan pada kerusakan-kerusakan otak atau organ perifer yaitu kerusakan pada susunan syaraf pusat atau pada anggota badan, urat daging atau panca indra. Dalam ruang lingkup ini sering digunakan terminology cacat (handicap) dan meliputi hal-hal sebagai berikut:
Impairement
Adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis atau fisik baik struktur atau fungsinya. Termasuk dalam kelompok ini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar maupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita. Beberapa sebab kecacatan antara lain cacat fisik sejak lahir yang disebabkan oleh pemakaian obat-obatan tertentu pada ibu hamil; cacat karena trauma pada proses persalinan (misalnya paralisa plexus brakhialis, cacat karena kecelakaan, dsb)2,3
Disability
Adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktifitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
Handicaped
Adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairement dan disabiility. Kerugian ini dapat timbul dari dirinva sendiri (intrinsik handicapped ) dan dapat puia timbul dari lingkungan ( Extrinsik handicapped).3
B. Gangguan Mental/ Cacat Mental
1. Sindroma Down
Sindrom Down merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan. Kelainan kromosom ini dipengaruhi oleh umur ibu, kelainan kehamilan , kelainan endokrin pada ibu.4
Gambaran umum rongga mulut anak sindroma down
Oral hygiene
Sesuai dengan meningkatnya usia, baik pada lidah maupun bibir terbentuk celah dan fissure. Ini merupakan hasil dari mouth breathing yang kronis. Pembentukan fissure pada lidah dapat menjadi berat dan merupakan faktor konstribusi pada terjadinya halitosis.5
Pasien diinstruksikan untuk menyikat pada saat menyikat gigi. Pernapasan mulut kronik lainnya dapat menurun dalam saliva dengan mengeringnya mulut. Terjadi penurunan pembersihan alamiah pada kavitas mulut dapat menjadi faktor konstribusi pada perkembangan karies. Pernapasan melalui mulut dapat menyebabkan iritasi pada sudut mulut ( angular cheilitis ).5
Keadaan jaringan lunak
Menurunnya muscule tone umumnya ditemukan pada sindroma down. Hal ini mempengaruhi otot-otot kepala dan rongga mulut sesuai dengan otot-otot tengkorak yang lebar. Menurunnya muscule tone pada bibir dan pipi memepengaruhi tekanan yang tidak seimbang pada gigi dan tekanan pada lidah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan terjadinya open bite pada penderita sindroma down. Selain itu, berkurangnya muscule tone menyebabkan efisiensi mengunyah dan natural cleansing dari gigi. Kemungkinan makanan tertinggal pada gigi setelah makan yang diakibatkan oleh pengunyahan yang tidak sempurna.5
Insiden dari mouth breathing sangat tinggi disebabkan oleh jalan nasal yang kecil. Lidah dapt protrusi dan membesar atau makroglosia atau berfissura pada permukaan dorsal 2/3 anterior dengan panjang dan kedalaman yang bervariasi. Pada penderita sindroma down, hal ini dapat terjadi dengan kombinasi geographic tongue. Permukaan dorsal lidah biasanya kering dan merekah serta tepinya mempunyai pola cetakan gigi yang dinamakan scalloped tongue. Kebiasaan menjulurkan lidah selama waktu minum, menghisap dot, makan, dan bicara terjadi pada lidah hipotonus. Jaringan lidah pada bagian tengah bersifat hipotonus dengan cekungan berlebihan dibagian 2/3 anterior lidah dan hipotonus pada frenulum lidah. Makroglosia sebenarnya sangat jarang ditemukan, makoglosia hanya relatif ditemukan bilamana lidah berukuran normal tetapi ukuran rongga mulut yang kecil disebabkan karena tidak berkembangnya pertumbuhan dari wajah bagian tengah.5,6
Pada pemeriksaan palatum penderita sindroma down terlihat sempit dengan cekungan yang tajam. Cekungan tersebut normal tingginya, namun ukuran dari palatum durum yang abnormal tebal. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya ruangan pada kavitas oral untuk lidah, yang akan mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi.5
Keadaan jaringan keras
Erupsi gigi pada anak sindroma down biasanya tertunda. Waktu erupsi berbeda-beda bagi anak sindroma down dan beberapa anak, gigi primernya tidak erupsi hingga berumur 2 tahun. Pada beberapa kasus masalah erupsi dapat disebabkan oleh gingival hiperplasia yang dihasilkan dari beberapa medikasi seperti phenytoin dan cyclosporin. Pemeriksaan gigi secara rutin pada saat anak sindroma down berumur satu tahun dapat membantu dalam mengidentifikasi ketidakteraturan pola erupsi gigi.7
Bruksism terjadi pada anak sindroma down dan dapat dipicu oleh maloklusi gigi, disfungsi TMJ dan tidak berkembangnya nervus kontrol. Mikrodontia dan malformasi gigi juga dapat ditemukan. Crowding yang berat dapat terjadi pada penderita sindroma down yang telah erupsi semua gigi permanennya.5,8
Masalah kesehatan rongga mulut pada sindroma down
Orang-orang dengan sindrom down tidak memiliki masalah rongga mulut yang unik. Akan tetapi, beberapa masalah cenderung sering terjadi dan bisa menjadi parah. Perwatan professional secara dini dan perawatan harian di rumah dapat mengurangi keparahannya dan membuat penderita sindroma down memiliki perbaikan kesehatan rongga mulut.9
1. Penyakit periodontal
Merupakan masalah rongga mulut yang paling utama pada penderita sindrom down, dimana anak cepat mengalami penyakit periodontal. Sebagai akibatnya, kehilangan banyak gigi permanen anterior di usia muda. Faktor lain yang mendukung termasuk oral hygiene buruk, maloklusi, bruksism, bentuk akar yang konus, dan respon host yang abnormal, karena sistem imun yang menurun.9
2. Karies gigi
Anak-anak dan dewasa muda penderita sindrom down memiliki insidensi lebih tinggi terkena karies dibandingkan dengan orang tanpa cacat mental. Beberapa gambaran rongga mulut anak dengan sindroma down menunjukkan bahwa erupsi gigi sulung dan permanen yang terlambat, kehilangan gigi permanen dan ukuran gigi yang kecil dengan space atau jarak satu sama lain yang memberikan kemudahan untuk menghilangkan plak.9
3. Maloklusi
pada sebagian besar penderita sindrom down ditemukan maloklusi karena erupsi dari gigi permanen yang terganggu dan tidak berkembangnya maksilla. Kecilnya maksilla menyebabkan terjadinya open bite, posisi gigi yang jelek dan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi.9
4. Anomali gigi
Keadaan anomali gigi umumnya terjadi pada sindrom down misalnya kongenitalis missing teeth lebih sering terjadi pada penderita sindrom down daripada populasi umum. Gigi yang lebih sering tanggal umumnya insisivus lateral dan premolar kedua rahang bawah.9
Penanganan gigi dan mulut pada penderita sindroma down
Pada penderita sindroma down dapat ditemukan adanya perubahan mental dan fisik yang akan berpengaruh pada rongga mulut sebelum menentukan perawatan, medical history pasien harus diketahui. Konsultasi antara dokter, keluarga dan perawat sangat penting unutk mendapatkan medical history yang akurat. Selain itu, harus ditentukan siapa yang akan dimintai informed consent untuk pelaksanaan perawatan pasien sindroma down.10
Secara umum penanganan gigi dan mulut untuk sindroma down yang dapat dilakukan dokter gigi:
1. Speech Pathologist dapat menolong untuk mengajari posisi lidah dan meningkatkan penyesuaian terhadap otot-otot orofacial. Pada kasus-kasus berat, pembedahan lidah dapat diindikasikan.5
2. Alat orthodonsi diperlukan unutk mengawasi pencabutan gigi pada saat penanganan crowding.5
3. Ahli anastesi diperlukan pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan perawatan yang lebih luas, dengan obat-obatan anastesi, baik sedasi ringan maupun anastesi umum.5,11
4. Ahli gizi menginstruksikan kepada orang tua atau penjaga anak tentang makanan siplemen, sehubungan dengan keterbatasan otot-otot pengunyahan anak sindroma down. 5,11
Secara khusus penanganan gigi dan mulut anak sindroma down yang dapat dilakukan dokter gigi:
Tindakan preventif
a. Pemberian fluor
Pemberian fluor secara sistemik pada anak sindroma down dapat berbentuk cairan, tablet maupun obat kumur. Pemberian fluor dengan topikal diberikan setelah pembersuhan gigi yang rutin.11
b. Kontrol Plak
Dalam hal ini perlu diperhatikan diet anak sindroma down termasuk disini adalah kualitas makanan dan macam makanannya. Meskipun umumnya anak sindroma down cepat menelan makanannya dengan hanya sedikit mengunyahnya, tetapi sisa makanan sering kali masih terkumpul disekitar giginya, terlebih dengan keadaan hipotonia ototnya, maka sulit dicapai self cleansing yang baik. Untuk itu obat kumur dapat digunakan unutk membantu membersihkan sisa makanan tersebut, disamping obat kumur berperan sebagai antiseptik.5
c. Scalling dan root planing
Keberadaan calculus supra dan subgingiva, inflamasi gingiva dan poket periodontal (lebih besar atau sama dengan 5 mm) dan kehilangan tulang alveolar ditemukan pada anak-anak (10 – 19 tahun) dengan sindroma down pada grup kontrol berdasarkan usia dan jenis kelamin. Anak-anak sindroma down menderita oleh karena inidensi yang tinggi dari penyakit Rapid Destructive Periodontitis yang dapat disebabkan oleh faktor lokal, seperti morfologi gigi, bruksism, maloklusi dan oral hygiene yang rendah. Faktor-faktor sistemik tertentu diyakini memberikan konstribusi yang penting terhadap penyakit periodontal, seperti sistem sirkulasi yang buruk, penurunan respon humoral, kemunduran fisik secara umum pada usia dini, dan pengaruh genetik.5,11
Oral hygiene yang bagus dan semi annual prophylaxis appoitment mungkin tidak mencukupi untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal pada pasien ini. Perawatan yang cepat dan agresif diperlukan. Pasien ini perlu dikontrol sedikitnya 3 bulan sekali untuk scaling dan root planing dan juga menguntungkan bila diberikan obat kumur Chlorhexidine dan terapi antibiotik sistemik.5
d. Penutupan pit dan fissure sealant
Penutupan pit dan fissure sealant secara efektif dapat mengurangi karies oklusal. Sealant cocok digunakan dalam populasi anak sindrom down dan sebaiknya digunakan apabila dibutuhkan. Pasien yang membutuhkan prosedur gigi dibawah anastesi umum sebaiknya memiliki pit dan fissure oklusal yang dalam yang direstorasi dengan amalgam atau komposit pemakaian jangka panjang untuk mencegah kerusakan gigi lebih lanjut.11
Tindakan kuratif
a. Pemberian tumpatan
b. Pencabutan gigi
Tindakan rehabilitatif
a. Perawatan orthdonsi
b. Pembuatan gigi tiruan
Pemberian tumpatan, pencabutan gigi, perawatan orthodonsi dan pembuatan gigi tiruan dapat dilakukan sama seperti halnya anak normal. Namun hal yang perlu diingat adalah penderita sindrom down mempunyai masalah retardasi mental dan hipotonia otot yang perlu penanganan khusus dalam perawatan. Masalah tersebut menyangkut komunikasi, kooperatif anak, mulut yang selalu terbuka, lidah yang menjulur atau saliva yang berlebihan. Untuk anak yang masih kecil sering kali dilakukan perawatan dengan knee to knee, yaitu dokter gigi dan orang tua duduk berhadapan dengan lutut saling beradu dan anak ditidurkan diatas pangkuan sehingga perawatan dapat dilakukan dengan lebih stabil.11
Perawatan ortodontik pada anak-anak sindroma down perlu dipertimbangkan secara hati-hati karena beberapa mungkin menguntungkan sementara yang lainnya tidak. Kemampuan dari pasien atau perawat untuk menjaga kebersihan oral hygiene sangat berpengaruh terhadap kesuksesan perawatan.9
2. Retardasi mental
Retardasi mental dan gejalanya timbul pada masa perkembangan anak usia dibawah 18 tahun dan apabila munculnya setelah umur 1 tahun, maka bukan merupakan retardasi mental tetapi merupakan penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya, biasanya anak seperti ini tidak bisa mengikutipendidikan sekolah biasa karena cara berfikirnya secara sederhana daya tangkap dan daya ingatannya rendah, demikian pula dengan cara berhitung dan bahasanya terlalu lemah, sehingga menyebabkan dia ketinggalan dari teman-temannya. Gangguan adaptif yang menonjol pada anak ini adalah kesulitan diri untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya, tingkah lakunya kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan umurnya. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifactor yaitu factor non organic meliputi factor kemiskinan, keluarga yang tidak harmonis, factor sosio cultural, selain itu terdapat juga factor organic yang berperan, yaitu:
· Faktor prakonsepsi ( abnormalitas gen, penyakit metabolic, dan kelainan kromosom seks)
· Faktor prenatal yaitu gangguan pertumbuhan otak pada trimester 1 akibat zat-zat tetatogen, idiopatik dan disfungsi plasenta, gangguan otak trimester II dan gangguan otak trimester III,
· Faktor prenatal premature asfiksi, meningitis dan hiperbilirubin.
· Faktor post natal yang berupa trauma berat pada kepala, neurotoksin, kecelakaan otak, infeksi otak dan metabolik.
Dalam keadaan seperti ini, anak yang lemah ingatan harus sebanyak mungkin diasuh dalam lingkungan yang normal dengan sejauh mungkin memperhatikan keadaan anak tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa tidak hanya anak lemah mental, yang harus menyesuaikan diri terhadap masyarakat yang juga harus menyesuaikan diri terhadap mereka.3
Kesehatan mulut pasien retardasi mental
Pada umumnya pasien dengan retardasi mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral hygiene yang lebih rendah dibanding dengan orang-orang yang tanpa cacat perkembangan. Data menunjukkan bahwa pasien dengan retardasi mental memiliki karies yang lebih banyak dan prevalensi gingivitis yang lebih tinggi serat penyakit-penyakit periodontal lainnya dibanding dengan masyarakat umum.12
Penyakit Periodontal
Early, Severe periodontal (gum disease) dapat terjadi pada anak-anak dengan gangguan sistem imun atau gangguan jaringan penghubung dan oral hygiene yang adekuat. Gingivitis ringan diakibatkan oleh suatu akumulasi bakteri plak dan terjadinya peradangan, pembengkakan gusi yang mudah berdarah. Periodontitis yang lebih berat dan menyebabkan kehilangan gigi jika tidak dirawat. Pembersihan secara profesional oleh penyedia layanan kesehatan mulut, antibiotik sistemik dan instruksi di rumah diperlukan untuk menghentikan infeksi. 12,13
Penanganan:
Jelaskan kepada orangtua tentang perlunya membantu untuk menyikat gigi dan menggunakan dental floss serta dibutuhkan untuk sering membuat janji bertemu dengan penyedia layanan kesehatan mulut.13
Karies Gigi
Pasien dengan retardasi mental memiliki penigkatan karies yang sama dengan orang-orang tanpa keterbelakangan mental. Meskipun demikian prevalensi karies gigi yang tidak dirawat lebih tinggi pada pasien dengan retardasi mental terutama bagi mereka yang tinggal di lingkungan yang tidak mendukung,12
Karies gigi atau kerusakan gigi dapat berhubungan dengan frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks, kurang dari jumlah saliva normal, pengobatan yang mengandung gula atau diet khusus yang memerlukan pemberian susu botol yang diperpanjang atau makanan ringan. Ketika oral hygiene rendah, terjadi peningkatan resiko karies gigi.13
Penanganan
· Beritahukan kepada orangtua bahwa pemeliharaan oral hygiene yang dilakukan setiap hari meliputi frekuensi berkumur dengan air dan penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride atau obat kumur,
· Menjelaskan perlunya mengawasi anak-anak untuk mengindari menelan fluoride.
· Berikan pengobatan tanpa gula bila memungkinkan 13
Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada pasien dengan retardasi mental serupa dengan yang ditemukan pada masyarakat umum. Hampir 25 % dari 80% kelainan anomali craniofacial dapat mempengaruhi perkembangan oral yang dihubungkan dengan retardasi mental. Gigi yang berjejal atau keluar dari lengkung rahang lebih sulit untuk menjaga kebersihannya, menyebabkan penyakit periodontal dan karies gigi. Kemampuan pasien atau orangtua untuk menjaga oral hygiene setiap hari dengan baik mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan dan perawatan. Gangguan perkembangan yang dialami seharusnya tidak dirasa sebagai suatu penghalang untuk perawatan ortodonsi.12,13
Tidak adanya benih gigi permanen, delayed erupsi, dan hipoplasia email
Pada umumnya terjadi pada pasien dengan retardasi mental erupsi gigi dapat tertunda, dipercepat atau tidak menentu pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Gusi dapat berwarna merah atau ungu kebiru-biruan sebelum gigi erupsi. erupsi gigi bergantung pada genetik, pertumbuhan rahang, aksi otot dan faktor-faktor lain.12,13
Bruksism
Kebiasaan menggerinding gigi, merupakan suatu kebiasaan yang umum pada pasien dengan retardasi mental berat. Pada kasus-kasus yang ekstrim, bruksism menyebabkan gigi abrasi dan permukaan oklusal menjadi datar.13
Penanganan :
Untuk menangani bruksism dapat digunakan bite guard.13
Trauma dan injuri
Trauma dan injuri pada mulut akibat jatuh atau kecelakaan pada pasien yang retardasi mental.12
Penanganan :
· Disarankan menyiapkan kotak penyimpanan gigi di rumah
· Jika gigi avulsi atau patah segera antar pasien atau bawa giginya ke dokter gigi.
· Instruksikan juga kepada orang tua untuk mengumpulkan setiap potongan gigi yang patah.
· Tekankan kepada orang tua bahwa trauma memerlukan perhatian segera dan jelaskan prosedur yang dilakukan jika gigi permanen patah.
· Beritahukan kepada orang tua cara mencegah trauma dan apa cara yang dilakukan jika terjadi trauma.12,13
Anomali gigi
Anomali gigi merupakan vareiasi dalam ukuran dan bentuk dari gigi. Pasien dengan retardasi mental dapat mengalami kehilangan benih gigi, gigi berlebih atau malformasi gigi.13
Diskolorisasi gigi
Cacat perkembangan dapat mengakibatkan diskolorisasi pada gigi. Demam yang sangat tinggi agtau pengobatan tertentu dapat mengganggu pembentukan gigi dan dapat mengakibatkan kecacatan. Banyak gigi dengan suatu cacat cenderung mengakibatkan karies gigi dan sulit untuk menjaga kebersihan. 13
Infeksi virus
Infeksi virus biasanya disebabkan oleh virus herpes simplek. Anak-anak jarang mengalami ginggivostomatitis atau herpes herpetik labialis sebelum usia 6 bulan. Herpetik ginggivostomatitis paling umum pada anak-anak tetapi dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda. Infeksi virus biasanya terasa sakit dan disertai demam.13
3. Cerebral palsy
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel saraf motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.14
Perawatan gigi di rumah untuk anak cerebral palsy:15
· Pilih posisi yang nyaman sehingga dapat melihat ke dalam mulut anak.
· Bagaimanapun posisi orang tua saat menyikat gigi anaknya, ingatlah selalu untuk menyangga kepala anak.
· Beri pujian sewaktu menyikat gigi anak.
· Orang tua sebaiknya menolong menggosok gigi anak setiap hari, tiap selesai makan, menyikat lidah, karena hal ini dapat mencegah terjadinya halitosis.
· Orang tua dapat menolong agar gigi anaknya lebih resisten terhadap decay dengan menggunakan pastagigi anak-anak yang diakui oleh ADA. Tempatkan pastagigi seukuran kacang polong di atas sikat gigi.
Gambaran umum yang berhubungan dengan celebral palsy antara lain: 16
Retardasi mental
Gangguan sensori,
Gangguan belajar dan emosi
Gangguan berbicara dan komunikasi
Berkurangnya refleks mengunyah
Kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan cerebral palsy antara lain :16
Meningkatnya periodontitis dan hiperplasia ginggiva.
Frekuensi penyakit periodontal terjadi lebih besar pada penderita cerebral palsy. Secara fisik penderita tidak dapat menggosok dan membersihkan giginya secara adekuat. Penderita cerebral palsy umumnya mempunyai derajat pembesaran ginggiva hal ini disebabkan karena komsumsi phenytoin untuk mengontrol serangan tiba-tiba.11
Maloklusi
Prevalensi maloklusi pada penderita cerebral palsy kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan populasi umum. Kondisi umum yang banyak diamati seperti protrusi gigi anterior rahang atas, excessive overbite dan overjet, open bite dan unilateral open bite. Penyebab utamanya mungkin disebabkan hubungan disharmonis antara otot intraoral dan perioral. Tidak terkoordinasi dan tidak terkontrolnya pepindahan rahang,bibir,dan lidah juga diamati pada penderita cerebral palsy.11
Menjulurkan lidah dan bernafas lewat mulut
Meningkatnya karies
Enamel hipoplasia
Trauma gigi, fraktur gigi
Penderita cerebral palsy lebih mudah terserang trauma, terutama pada gigi anterior rahang atas. Situasi ini dihubungkan dengan seringnya jatuh, dan kurangnya reflex otot extensor untuk menghindari jatuh.11
Gangguan TMJ dan bruksism
Bruksism umumnya diamati pada pasien cerebral palsy dengan atheoid. Parahnya atrisi permukaan oklusal dari gigi susu dan hermanen, juga hilangnya vertical dimensi antar rahang.11
Oral hygiene yang buruk
Mengeluarkan saliva
C. Gangguan Psiko Sosial dan Perilaku
Cukup sukar untuk memberikan definisi yang mengenai permasalahan tingkah laku. Menurut Hallman dan Kauffman (1991) maka definisi yang mungkin dapat diberikan adalah bahwa anak mempunyai permasalahan yang menonjol. Tingkah laku yang termasuk tingkah laku bermasalah mencakup berbagai macam tingkah laku yang sangat banyak cirri-ciri tingkah laku itu dan berbeda dalam akibat yang ditimbulkan pada lingkungan ataupun pada anaknya sendiri. Misalnya anak yang pemalu tidak merugikan lingkungannya tetapi dia akan diejek teman-temannya dan cenderung defresif.3
Termasuk gangguan psikososial dan perilaku adalah3
1. Autistik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, gejalanya mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku.17
Penderita autisme menunjukkan kondisi kesehatan mulut yang tidak normal. Walaupun umumnya menggunakan medikasi dan oral habit yang merusak menyebabkan masalah, frekuensi karies yang tinggi dan penyakit periodontal pada penderita autisme berbanding dengan populasi umum.18
Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu dipertimbangkan, namun pada umumnya diduga mengalami penderitaan penyakit gigi dan mulut yang lebih berat karena kondisinya yang tidak normal. Kebersihan mulut rata-rata rendah, frekuensi karies dan gingivitis yang tinggi dibanding anak normal lainnya, sedangkan tingkah lakunya yang akan menyebabkan perawatan gigi agak sulit. Sebagian besar anak autistik menderita penyakit epilepsi, dengan mengkonsumsi obat-obatan anti kejang phenytoin, menyebabkan gingiva hiperplasia, bengkak, dan mudah berdarah.19
Penanganan anak autistik lebih bersifat multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan. Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang buruk, terus-menerus mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang hiperaktif, sering disertai strabismus, dan 30% mengalami epilepsy. Anak autistik mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih menyukai makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang tidak teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung ditelan. Kebiasaan ini ditambah mengkonsumsi makanan yang manis menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies. Tingginya indeks def/DMF pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak terawat, dan gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh ketidakmampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada orang tua untuk membersihkannya.19,20
Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain bruxism, tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir maupun gingiva, menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian perintah kepada penderita dapat memberikan toleransi pada kebiasaan buruk tersebut. Erupsi gigi mungkin dapat mengalami keterlambatan karena phenytoin menginduksi hiperplasia gingiva. Phenytoin umumnya terdapat pada penderita autisme.21
Gambar 9. Akibat dari Tongue thrusting
(Sumber : http://www.sleepreviewmag.com/.../2003-05_06.asp. Accessed January 2, 2008.)
Gambar 10. Akibat dari Bruxism
(Sumber : http://www.dentalcare.com/soap/ce44ej/44_049.htm. Accessed January 2 , 2008.)
Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu keterlambatan makan makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan makanan masih utuh seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak sempurna. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.22
Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal tersebut dapat juga akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang buruk dan serba manis. Peranan orang tua yang serba terbatas (baik dari tindakan dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah kurang baik, sehingga lebih memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting sekali peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan memelihara kebersihan mulut anak autistik.19
Pilihan Rencana Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut
Keberhasilan perawatan gigi pada anak penderita autisme memerlukan hubungan kerjasama yang erat dengan pihak orang tua dengan operator. Tidak terdapat ciri-ciri penyakit gigi dan mulut yang khas, meskipun bisa terjadi akibat trauma membentur kepala ke tembok yang keras ataupun karena epilepsi. Usahakan jangan sampai anak autisme menunggu terlalu lama dalam kunjungan berobat serta rencanakan kunjungan yang singkat. Biasakan menemui operator dan staf perawat gigi yang sama dan menyenangkan. Anak autisme dapat terganggu oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan. Sensitivitas yang tinggi terhadap suara, cahaya, bau, dan warna menghendaki perhatian yang khusus untuk mengurangi ataupun menghindarkan stimulasi sensoris. Pengetahuan tentang fobia penderita autistik misalnya pada cotton roll, bau yang menyengat dan aktivitas favorit seperti musik, bermain air mungkin membuat tindakan preventif dan kuratif lebih mudah.19,23
Pilihan Pemberian Anestesi
Kebanyakan anak autisme sulit untuk diberi anestesi lokal pada perawatan giginya karena ketidakmampuan memberi respon terhadap permintaan ataupun perintah tindakan. Kemungkinan pemberian anestesi umum atau sedasi inhalasi dapat diberikan, tetapi ada beberapa yang sedang mengkonsumsi obat misalnya anti depressan yang dapat mempersulit perawatan giginya. Jika penderita autisme mempunyai masalah kesehatan yang serius (misalnya gangguan hati, pernafasan, seizure, atau gangguan jalan nafas) biasanya tidak aman jika dilakukan anestesi pada perawatan gigi, dan diperlukan perawatan di rumah sakit.19,24
Teknik pilihan pada perawatan gigi penderita autisme adalah sedasi yang dalam, dimana penderita tertidur, tidak menyadari rasa sakit, bernafas secara spontan, dan memiliki tanda vital yang stabil. Ahli anestesi secara konstan memperhatikan. Anestesi dimulai dari sedasi penderita mealui intravena. Terdapat dua cara untuk melakukan hal ini : 24
1. jika penderita kooperatif, oral midazolam (Versed), seperti Valium sedatif diberikan. Penderita akan menjadi rileks, tertidur, dan akan dipisah dengan orang tuanya dengan sakit yang seminimal mungkin. Intra vena lalu dimulai pada ruang operasi menggunakan sedikit anestesi lokal yang diinjeksikan pada kulit.
2. jika penderita tidak kooperatif secara emosional, injeksi diberikan pada otot di daerah bahu atau paha. Digunakan kombinasi dari midazolam, ketamin, dan atropin. Kombinasi ini akan membuat pasien tertidur selama 5-10 menit. Pada saat inilah pasien dipisahkan dengan orang tua dan intravena dilakukan di ruang operasi.
Monitor dari tanda vital dilakukan terhadap pasien termasuk pulse (nadi) oximeter, electrocardiogram, tekanan darah, dan stetoskop. Sedasi tambahan ditambahkan via intravena yang dibutuhkan untuk mempertahankan sedasi yang dalam secara aman. Dibutuhkan pengganti narkotik seperti meperidine (demerol) atau sedatif jangka pendek propofol. Kadang kala anestesi lokal diinjeksikan oleh dokter gigi. Ketika prosedur dental telah selesai, penderita tetap tinggal sampai sadar kembali, biasanya hal ini memakan waktu hingga 30 menit. Efek setelah dilakukan anestesi adalah tertidur/rasa mengantuk yang berlangsung agak lama, pusing, dan pada beberapa penderita terjadi sikap yang agresif.24
Pertimbangan Pemberian Medikasi
Ada sedikit masalah pada kesehatan medis pada anak autistik yang perlu dipertimbangkan oleh dokter gigi. Biasanya anak autistik cukup sehat, tetapi tentu ada juga yang menderita kelainan kekejangan (epilepsi), dan hiperplasia gingiva akibat pengobatannya. Pertimbangan pemberian medikasi harus diperhatikan karena respon dari obat depresan otak yang dapat berlebih atau kurang tidak dapat diramalkan. Oleh karena itu dokter gigi harus mempunyai keberanian mencoba memberi berbagai tingkat dosis dan obat-obatan selama anak masih menetap di rumah, demi menghemat waktu ke rumah sakit dan biaya lainnya.19
Pertimbangan Perawatan Orthodontik dan Tindakan Bedah
Prioritas tindakan perawatan meratakan gigi pada anak autistik sangat rendah, kecuali jika dapat berkooperasi dan patuh dengan baik. Kebanyakan anak autistik sulit berbicara dan memerlukan speech-terapis maka perlu untuk dipertimbangkan supaya anak dapat mencapai penampilan yang meyakinkan. Tindakan pembedahan masih dibatasi, hanya pada kasus tertentu yang tidak memerlukan estetika dan fungsi pengunyahannya.19
Pertimbangan Tindakan Restorasi Gigi
Anak autistik tidak mempunyai manifestasi penyakit gigi langsung, dimana tindakan restorasi gigi tidak jauh berbeda dari tindakan yang dilakukan terhadap orang normal. Kondisi anak autistik tidak selalu memperlihatkan sifat pola tingkah laku yang sesungguhnya, kemampuan psikomotorik untuk melakukan fisioterapi kebersihan mulut maupun kapasitas intelektual untuk dapat mengerti kebutuhan menjaga kebersihan mulutnya dapat menjadi kacau dan berlawanan. Maka perlu dilakukan tindakan restorasi gigi. Restorasi gigi dapat memperbaiki kualitas hidup anak autistik dengan membebaskan dan mencegah gigi dari infeksi peradangan, proses mastikasi yang baik dan dapat makan dengan nyaman sehingga meningkatkan daya psikologis melalui penampilan fasial yang estetik.19
Tindakan pencegahan karies gigi
Peranan orang tua sangat penting untuk menjaga kebersihan mulut anak autistik, agar tak terlalu banyak gigi yang rusak karena karies. Karies gigi meningkat pada penderita autisme karena mereka sering mengkonsumsi makanan yang lunak, lengket, dan yang manis. Mereka juga mempunyai oral habit yang buruk, dan mereka juga sulit untuk menyikat dan membersihkan gigi mereka. Berikut ini beberapa cara tips untuk tindakan pencegahan karies gigi terhadap penderita autisme : 18
1. merekomendasikan tindakan pencegahan dengan flouride dan sealants.
Gambar 11. Pit dan fissure sealants yang telah daplikasikan pada gigi Molar Rahang Bawah
(Sumber : http://drali.enana.com/kids/index.htm. Accessed January 1, 2008.)
2. memperingatkan pasien atau orang terdekatnya tentang obat yang mereduksi saliva atau yang mengandung gula. Sarankan kepada pasien untuk lebih banyak mengkonsumsi air, menghindari obat yang mengandung gula.
3. menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan kariogenik dan minuman alternatif sebagai hadiah.
4. memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar kepada mereka untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan diikuti dengan rekomendasi yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan kepada mereka cara yang baik menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan kepada mereka dan orang terdekatnya cara lain yang lebih mudah dari menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.
Gambar 12. Seorang dokter gigi professional sedang memeriksa keadaan oral hygiene pada penderita autisme
(Sumber : http://www.dentaleconomics.com/display_article/12266... Accessed January 1, 2008.)
5. beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan mandiri. Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.
Pencegahan penyakit periodontal
Penyakit periodontal terjadi pada penderita autisme berbanding dengan masyarakat umumnya yang tidak menderita gangguan perkembangan.
1. beberapa pasien tertolong dari penggunaan agen anti mikroba harian seperti chlorhexidine.
2. hal yang terpenting dari pencegahan penyakit periodontal adalah teliti terhadap OH dan frekuensi prophylaxis.
Trauma dan injury
Trauma dan injury yang sering terjadi pada penderita autisme adalah disebabkan karena jatuh ataupun kecelakaan. Tekankan kepada orang terdekat mereka bahwa trauma menghendaki perhatian profesional secepat mungkin dan penjelasan prosedur yang perlu untuk diikuti jika gigi permanent terlepas. Kemudian menginstruksikan orang terdekat untuk menyimpan gigi yang terlepas tersebut dan menjelaskan bahwa radiografi dari pasien penting untuk menjelaskan fragmen mana yang perlu di aspirasi.19
Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda bergantung dari manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan perawatan gigi dan mulut anak autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Braff dan Nealon menyatakan bahwa perawatan gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat dilakukan dengan sedasi, Namun menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku dengan teknik tell-show-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu. Weddell dkk menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu menenangkan anak. Pendekatan secara farmakologis ditujukan untuk anak autis yang tidak kooperatif, yaitu dengan cara premedikasi, sedasi sadar N2O-O2, dan anastesi umum.25,26,27
2. Anak Sukar dididik dan Anak dengan Gangguan Belajar
Mendidik adalah memberikan bantuan kepada orang lain. Salah satu lembaga pendidikan yang fundamental adalah keluarga dan sekolah. Dalam proses belajar untuk memperoleh perilaku baru yang diharapkan, setiap anak memiliki kemampuan yang tidak sama. Sering dijumpai adanya kesulitan dalam setiap upaya meberikan pendidikan . Salah satu factor kesulitan adalah karakteristik anak yang sukar dididik. Gangguan belajar adalah penyimpangan dalam proses belajar yang berhubungan dengan deskrepansi yang signifikan antara kemampuan yang diperlukan. Gangguan seperti ini disebabkan oleh fungsi otak bagian himesfere yaitu pusat kemampuan bahasa yang terganggu.3
3. Aleansi atau Pecandu
Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan problematic identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru. Oleh karena itu, aleansi sering disebut sebagai pecandu. Pertanda awal dari kemungkinan terjadinya aleansi adalah karena terlepasnya remaja akan kasih sayang, perhatian dari keluarganya, dan lain-lain.3
Sebagian besar individu penderita cacat mempunyai kebersihan mulut yang buruk dibandingkan individu normal, yang disebabkan diet makanan yang buruk dan kurangnya pemeliharaan dirumah, sehingga giginya banyak yang rusak dan berlobang. Ada penderita cacat yang mempunyai kebersihan mulut yang buruk akibat memakan obat-obatan tertentu. Penderita yang sering kejang dan memakai Sodium Dilantin, perlu diberitahukan akibat samping pada jaringan gusinya yang bengkak dan berdarah. Hiperplasia gusi akibat dilantin yang berlebihan, dapat dikonsultasikan pergantian obat lain untuk mengatasi kejang dengan hasil yang baik.1
Perawatan gigi pada penderita cacat adalah suatu tugas yang menyenangkan jika dapat menghasilkan hasil yang baik. Peranan tenaga pembantu medis yang turut menangani akan tergerak, bermotivasi dan memahami tujuan perawatan gigi pada penderita cacat ini. Tujuan pemeriksaan perawatan dari penderita cacat harus berorientasi terhadap ketidakmmampuan cacatnya, dan dilakukan secara hati-hati. Program perawatan gigi dilaksanakan untuk mencapai kesehatan manusia seutuhnya, dan berorientasi terhadap pencegahan penyakit gigi. Penanganan perawatan gigi penderita cacat pada umumnya, dapat dicapai dengan cara tata pelaksanaan pada anak normal, tanpa banyak rintangan dan halangan khusus, dan tidak terlalu memerlukan modifikasi teknik perawatan.1
Pada dokter gigi yang merawat penderita cacat membutuhkan sedikit investasi pada perlengkapan yang dibutuhkan, seperti 1,20
Pediwrap
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien baik pada lengan ataupun kaki. Keuntungan alat ini ialah alat ini dapat digunakan pada pasien hipotonik dan spatik. Sedangkan kerugiannya ialah mempunyai banyak ikatan dan harus dijaga agar pasien tidak jatuh.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008):
http//:medi-kid.com/index.php?main_page=products_all
Papoose Board
Yaitu suatu alat pengendali fisik yang berupa papan penahan tubuh dengan ikatan dimana pasien dapat diatur posisi tubuhnya. Keuntungan alat ini ini adalah alat ini bersifat sederhana, mudah disimpan, ukuran bervariasi dan mempunyai stabilisier kepala. Sedangkan kerugiannya, bila alat ini digunakan terlalu lama dapat menyebabkan hypertemia.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008): www.natus.com/index.cfm?page=products_1&crid=109
Triangular sheet
Alat bantu yang dikaitkan pada tubuh dan ekstrimitas untuk mempertahankan posisi tubuh.
Keuntungan : pasien dapat duduk tegak pada kursi gigi
Kerugian : Banyak ikatan, dapat membuat pasien sesak nafas dan hypertemia.
Bean bag
Merupakan alat bantu berupa bantalan yang diletakkan di bawah pasien. Keuntungan dari alat ini yaitu dapat digunakan untuk pasien hypotonic dan spastic serta digunakan berulang kali
Plastik bowl
Alat berupa pengendali kepala yang berfungsi untuk mendapatkan posisi kepala yang baik.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008): www.natus.com/index.cfm?page=products_1&crid=109
Posey strap
Alat bantu yang digunakan untuk mengendalikan ekstrimoitads yang dapat merangsang relaksasi dan mencegah refleks yang tidak terkendali. Gambar di bawah merupakan salah satu contoh Posey strap yang digunakan pada kaki.
Available from Internet (Accessed on April 23th, 2008):
http//:www.cridge.org/posey_strap.htm
Perjanjian Kunjungan Perawatan Gigi pada Penderita Cacat
Kunjungan pertama perawatan gigi pada penderita cacat harus diperiksa dengan baik dan dinilai rasa kooperatifnya oleh dokter gigi, pemeriksaan umum didasarkan terhadap kecacatannya; khusus dalam pemberian anastesi local, apakah penderita dapat tenang duduk sendiri atau memerlukan pediwrap dan papoose bord supaya stabil dan tidak berontak liar.1
Pada kunjungan pertama ini dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap riwayat medisnya, pentingnya riwayat medis yang memperlihatkan pengalaman kesehatan yang lalu dapat memberi jawaban terhadap ketidakjelasan keadaan saat tersebut. Orang tua sering tidak dapat memberi penjelasan yang baik dan lengkap terhadap keadaan medis dan kesehatan mulut anaknya, misalnya: keadaan alergi terhadap antibiotic penicillin. Ini dapat berakibat fatal bagi dokter gigi, jika sampai diberikan.Jika perlu berkonsultasi dengan dokter umum/ spesialis, si penderita tersebut.1
Hubungan komunikasi penderita cacat-dokter gigi-orang tua, harus dijaga dengan baik. Orang tua akan melindungi dan saying terhadap anak cacatnya hingga menjadi manja dan kurang disiplin; sehingga menyulitkan kerjasama pada perawatan giginya. Dokter gigi perlu bersikap tegas dan berani dalam bertindak, supaya tercapai hasil yabg baik. Sebaiknya berdiskusi masalah tingkah laku penderita dengan orang tua, sebelum tindakan perawatan, supaya dapat dipahami tindak-tanduk, aksi reaksi penderita cacat terhadap teknik penanganan kerja dokter giginya.1
Teknik Penanganan Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada penderita Cacat:
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien dengan kondisi cacat.27
Teknik TSD (Tell- Show-Do)
Teknik perawatan ini dapat dilakukan pada penderita autism yaitu salah satu cara pendekatan yang bias dilakukan dengan membangun kepercayaan antara dokter gigi dan pasien. Dengan kunjungan yang berulang dan pengenalan terhadap peralatan kedokteran gigi, dapat memfamiliriasasi pasien terhadap lingkungan. Hindari tindakan yang dapat menimbulkan rasa sakit pada penderita cacat, terutama penderita cacat yang mengalami gangguan mental. 27
Reinforcement
Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan ini dapat dilakukan pada anak penderita cacat fisik dan psikososial yang cenderung merasa terabaikan oleh lingkungan sosialnya. Dengan menghargai prestasi yang telah dicapainya terhadap apresiasi yang ditunjukkan terhadap perawatan giginya dapat meningkatkan kekooperatifan pasien anak sehingga dapat memperlancar tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi. Bentuk imbalan dapat berupa materi atau imbalan social misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian.18
Desensitasi
Desensitasi adalah cara yang paling sering digunakan oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut. Desensitasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan respon takut dengan pertama kali menghadirkan rangsangan yang menimbulkan suatu respon yang ringan. Desensitasi meliputi: melatih pasien melemaskan otot, menyusun hierarki rasa takut, dan mengerjakan berdasarkan hieraraki rasa takut.Ikatan antara rangsangan dan rasa takut diperlemah perlahan-lahan dengan rileksasi rasa takut dan relaksasi otot yang dalam hal adalah hal yang bertentangan dan tidak akan terjadi bersama-sama.18
Sedasi
Berbagai cara yang telah dikemukakan adalah yang paling sering diterapkan, dan merupakan dasar modifikasi tingkah laku. Setelah dilakukan beberapa kali kunjungan, mungkin anak masih merasa takut mengahadapi perawatan gigi dan tidak kooperatif terhadap tindakan khusus, biasanya suntikan atau bur. Pilihan lain untuk menghadapi kasus demikian, digunakan sedasi, sehingga waktu pasien menghadapi menghadapi perawtan gigi telah rileks.
Golongan obat-obatan yang digunakan adalah sedasi-hipnotik, agen ansietas dan narkotik. Sedasi dapat diberikan dengan cara: Oral, intra venous dan intra muskuler serta inhalasi.18
BAB III
KESIMPULAN
1. Macam-macam Gangguan perkembangan abnormal pada anak antara lain
a. Gangguan Fungsi Fisik dan Motorik yang terdiri dari
- Impairement adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis atau fisik baik struktur atau fungsinya. Termasuk dalam kelompok ini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar maupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita.
- Disability Adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktifitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
- Handicaped adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairement dan disabiility. Kerugian ini dapat timbui dari dirinva sendiri (intrinsik handicapped ) dan dapat puia timbul dari lingkungan ( Extrinsik handicapped ).
b. Cacat Mental
Sindrom Down merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadinya pembelahan.
c. Gangguan Psiko Sosial dan Perilaku
Termasuk gangguan psikososial dan perilaku adalah
- Autism adalah suatu sindroma gangguan perkembangan anak yang sangat kompleks dan berat dengan dugaan penyebab yang sangat bervariatif, serta gejala klinik yang biasanya muncul pada tiga tahun pertama dari keadaan anak tersebut.
- Anak Sukar dididik dan Anak dengan Gangguan Belajar
- Aleansi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Aleansi merupakan problematic identitas kepribadian anak, sehingga mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru.
Gambaran Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Penderita Cacat
Penyakit gigi dan mulut lainnya yang terdapat pada penderita cacat adalah:
Karies Gigi
Penyebabnya antara lain:
- berhubungan dengan etiologi cacat, misalnya hipoplasia email, pit dan fissure yang dalam.
- Berkaitan dengan terapi cacat, misalnya penggunaan obat-obatan cair dengan rasa manis dalam jumlah yang besar
- Berkaitan dengan kemauan, misalnya sulit melakukan perawatan kesehatan mulut secara rutin setiap hari
- Berkaitan dengan pemeliharaan gigi yang tidak adekuat
2. Penyakit Periodontal
Terjadi gangguan periodontal yang disebabkan oleh:
- Kebersihan mulut yang kurang diperhatikan karena ketidakmampuan mengguanakan sikat gigi dengan benar.
- Diet yang kurang baik.
3. Maloklusi
Penyebabnya antara lain:
- gangguan fungsi hubungan otot-otot intra oral dan periodontal sehingga terjadi ovejet yang besar, open bite dan cross bite.
- Bruksism pada penderita serebral palsy yang mengakibatkan protrusi
Penanganan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Penderita Cacat
Perawatan gigi dan mulut pada penderita cacat dengan orang normal pada dasarnya sama, hanya pendekatan damn teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. Pada umumnya apabila pendekatan tidak bias dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien dengan kondisi cacat
DAFTAR PUSTAKA
1. S Noerdin. Masalah penanganan perawatan gigi pada penderita cacat. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 1999; 6 (1):36-41.
2. Mustafa Nuhoni., Krismanto Prawirosumarto,dkk. Rehabilitasi anak yang cacat tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008
3. Anonim. Perkembangan abnormal pada anak. [serial online] 2008 : [internet]. Available from: http://www.kalbe.co,id/files/cdk/files/cdk/files/cdk_27_masalah anak-anak.pdf. Accessed Maret 13, 2008.
4. Akhiruddin. Tugas keterampilan belajar dan teknologi informasi : syndroma down. Jakarta: Universitas Islam Indonesia.2008.
5. Pilcher ES. Dental care for patient with down syndrome.[serial online] 1997. [internet]. Available from: http://www.altonweb.com/cs/downsyndrome/pilcher.html. Accessed Maret 13, 2008
6. Sudiono J. Manifestasi oral sindrom down. Jurnal PDGI 2005 ;55(1):23,25.
7. Chin M. Practical oral care for people with developmental disabilities.[serial online] 2007:6. [internet]. Available from: http://www.nidcr.nih.gov.html. Accessed Maret 13, 2008
8. Loh IM. Dental Problems in People with Down Syndrome 2002:4.
9. US Department of Health and Human Services. Practical Oral care for people with devlopment disabilities. [serial online] 2007. [internet]. Available from: http://nccanch.afc.hhs.gov. Accessed Maret 13, 2008.
10. Fenton SJ. Practical oral care for people with down syndrome. .[serial online] 2002 :2. [internet]. Available from: http://www.nidcr.nih.gov.html. Accessed Maret 13, 2008
11. James AW, McKown CG,Sander BJ, Jones JE. Dental problems in Disabled child dalam McDonald RE, Avery DR, (ed) : Dentistry For Child And Adolescents, 6th, Mosby, St Louis. 1994; 529-533.
12. Practical Oral care for people with mental retardation. Available from: http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseaseAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/MentalRetardation.htm. Accessed Maret 13, 2008.
13. Hasil penelusuran gambar google untuk http—www_nidcr_nih_gov-NR-rdonlyres-4E68B263-435E-4DB2-B3E2-D15EF725785B-3279-oraltrauma_jpg. Available from: http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseaseAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/MentalRetardation.htm. Accessed Maret 13, 2008.
14. Adnyana I Made O. Cerebral palsy ditinjau dari aspek neurology. Cermin Dunia Kedokteran 1995;31 (104):1. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12CerebralPalsy104.pdf/12CerebralPalsy104. html. Accessed January 18,2008.
15. Inga CJ, Reddy AK, Richardson SA, Sanders B. Pediatric dental health. Available from: http://dentalresource.org/topic32cp.htm. Accessed January 18,2008.
16. Physical disorders developmental neuromuscular disorders: Cerebral Palsy. Available from: http://www.dental.ufl.edu/Faculty/Pburtner/Disabilities/English/phcerpal.htm. Accessed January 18,2008
17. Partakusuma FB. Penanggulangan perilaku anak penyandang autisme dalam kedokteran gigi. Dentika Dental Journal 2003; 8 (2):127-9.
18. National Institute of Dental and Craniofacial Research. Practical oral care for people with autism. Available from : http://www.nidcr.nih.gov/HealthInformation/DiseasesAndConditions/DevelopmentalDisabilitiesAndOralHealth/Autism.htm Accessed Maret 13,2008.
19. Noerdin S. Perawatan gigi pada anak autis. Dentika Dent J 2001; 6(1):31-5.
20. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent. 8th ed. St.Louis: Mosby Company; 2004. p.543.
21. Judarwanto W. Kesulitan makan pada penyandang autis. Available from : http://puterakembara.org/inde.sthml. Accessed July 1, 2007.
22. Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry – a clinical approach. Copenhgen: Munksgaard; 2001. p.451.
23. Autism Research Institute. Dental anesthesia for the autistic child. Available from : http://www.autismwebsite.com/ARI/info/dental.htm. Accessed July 3, 2007.
24. Puspa Pertiwi AS. Pendekatan perawatan gigi dan mulut anak autis. Dentika Dental Journal 2005; 10 (2): 98.
25. Fayol H, Is S. Perawatan gigi pada anak penderita autism. Indonesian Journal of Oral and Maxillofacial Súrgenos 2004; 2: 308.
26. Fayol Hendri. Suwelo Is. Perawatan gigi pada anak penderira autism. J of oral an maxillofacial. (2).2004.
27. Hartini Soemartono,Sri. Penanggulangan anak takut dalam perawatan gigi. J kedokteran gigi Universitas Indonesia. 10 (1).2003:35-40.
wow....bneran d ni bermanfaat bgd datanya buat ngebantu skripsi gw..
BalasHapusthx banged ya atas smua infonya..
gw mo cari referensnya di perpus UI.
tp klo yg pnjem orang luar boleh ga tuu?
coz gw butuh bwt skripsi gw..thx ya
dari Diazanandra Arya
BalasHapusKak.. saya copazya pake buat tugas... thanksbanget dah!!
^-^b
dari Tresna Asti
BalasHapuskak aditt.. saya kopas yaa... makasiii...
bagus banget :)
BalasHapus